Lihat ke Halaman Asli

charles dm

TERVERIFIKASI

charlesemanueldm@gmail.com

Susy Susanti dan Kebangkitan Indonesia di Piala Sudirman 2017

Diperbarui: 20 Mei 2017   15:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelepasan kontingen Indonesia ke Piala Sudirman bertepatan dengan HUT PBSI ke-66, 5 Mei lalu/badmintonindonesia.org

Hari ini Indonesia merayakan Hari Kebangkitan Nasional. Kita diajak berkilas balik menuju salah satu potongan sejarah penting yang menentukan keberadaan Indonesia hari ini. Pada 20 Mei 1908 Budi Utomo (Boedi Oetomo disebut pada masa itu) berdiri. Inilah organisasi pemuda yang turut andil membangkitkan semangat dan bergerak menuju Indonesia merdeka.

Sepertinya bukan kebetulan memoriasejarah itu terjadi lagi tahun ini. Di tengah situasi bangsa yang “lesu” karena sebagian besar energi telah tersedot oleh persoalan multidimensional, menyegarkan kembali ingatan pada semangat dan gelora para pemuda masa lalu menjadi penting. Saat simpul-simpul kebhinekaan mulai terancam oleh sentimen primordial dan hasutan murahan untuk menggadai kemajemukan, mengingat lagi peluh, air mata dan darah para pejuang yang bersatu tanpa pandang bulu membuat kita tersadar. NKRI yang bertahan hingga hari ini dibentuk dari peleburan segala egoisme, ambisi, dan serba perbedaan. Kebhinekaan yang dihayati dalam keikaan, tidak dipandang sebagai soal, tetapi berkah.

Di dunia olahraga peringatan hari ini hanya berselang sehari sebelum kejuaraan bulu tangkis beregu paling akbar, Piala Sudirman 2017. Sebanyak 20 pemain masing-masing 10 putra dan 10 putri akan berjibaku, melepas segala atribut SARA (Suku, Agama, Ras dan Golongan), bersatu demi nama Indonesia. Mereka datang ke Gold Coast, Australia dengan satu tujuan, memperjuangkan harkat dan martabat Indonesia.

Sejak 21-28 Mei nanti di Carrara Sport and Leisure Centre, Mohammad Ahsan dan Greysia Polii akan memimpin adik-adiknya membawa pulang Piala Sudirman yang telah dinanti selama 28 tahun. Sejak merebut trofi yang mengambil nama bapak bulu tangkis Indonesia, Dick Sudirman di Istora Senayan pada 29 Mei 1989, Indonesia tidak lagi berjaya. Merah Putih urung berkibar lagi, terkulai di balik dominasi China yang telah mengoleksi 10 gelar, enam edisi terakhir diraih secara beruntun.

Di edisi ke-15 yang mengambil tempat pertama di luar Asia dan Eropa, Indonesia kembali menggantung harapan. Bersama bergerak mengatasi prediksi matematis bahwa Indonesia sudah kalah dalam daftar unggulan dari  China, Denmark dan Jepang. Indonesia akan menghadapi lawan-lawan yang secara individu memiliki rangking jauh lebih tinggi, bahkan membuat nyali Indonesia ciut sebelum bertanding. Bila kita memperhatikan daftar rangking di situs Federasi Bulu Tangkis Dunia, BWF, saat ini, hal ini bukan isapan jempol belaka.

Namun ini bukan turnamen perorangan. Semua orang sudah tahu itu. Ini adalah pertarungan bersama. Hasil akhir tidak ditentukan oleh satu dua orang atau pasangan tertentu saja, meski pengaruhnya kadang sangat signifikan. Keberhasilan lebih mengandalkan kolaborasi bersama. Saling mengisi di antara pemain, dan saling menambal di antara sektor.

Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo sebagai andalan utama membutuhkan sokongan Tontowi Ahmad dan Greysia Polii. Tetapi Tontowi butuh bantuan Gloria Emanuelle Widjadja atau Debby Susanto, sebagai pasangan untuk mengamankan sektor ganda campuran. Begitu juga Marcus/Kevin dan Tontowi/Gloria butuh Greysia yang tentu tidak bisa tidak berjuang sendiri di ganda putri tanpa Rosyita Eka Putri Sari.

Para pemain ini, betapapun tinggi peringkatnya dan lebih tua dalam usia dan kaya pengalaman, sangat membutuhkan andil Jonathan Christie yang baru berusia 19 tahun atau Fitriani yang setahun lebih mudah dari Jonatan di nomor tunggal.

Begitu juga semua pemain yang berpotensi diturunkan perlu mendapatkan dukungan dari para pemain lain yang siap siaga di bangku cadangan tidak hanya sebagai pelapis yang siap bertanding saat diperlukan juga rekan yang sedia memberikan semangat.Mustahil mencapai target bila setiap orang berjalan sendiri-sendiri dan ingin menang sendiri seturut ego dan kepentingan diri.

Dalam suasana yang sedianya penuh persatuan dan solid ini Indonesia akan menghadapi lawan-lawanya sejak babak penyisihan. Tergabung di grup 1D, India dan Denmark adalah batu ujian pertama sekaligus menentukan keberlanjutan nasib Indonesia: berhasil keluar atau kandas di fase grup.

Dua lawan ini tidak bisa dipandang enteng. Mereka memiliki kelebihan yang patut diwaspadai dan kekurangan yang harus dimanfaatkan. India kuat di nomor di mana Indonesia menjadi underdog yakni tunggal putri. Begitu menjadi inferior di sektor di mana menjadi andalan. Pusarla V.Sindhu masih menjadi momok bagi para pemain Indonesia meski rentang usia mereka tidak berbeda jauh. Sebaliknya, para pemain ganda India tidak lebih baik secara peringkat dan prestasi dari para jagoan Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline