Gregoria Mariska Tunjung patut mendapatkan suntikan semangat lebih. Pasalnya remaja berusia 17 tahun itu menjadi wakil semata wayang Indonesia difinal India Grand Prix Gold 2017. Dari lima wakil Merah Putih yang tampil di Lucknow, Minggu (28/1), hanya Jorji, sapaan Gregoria yang berhasil menggapai puncak.
Peluang terjadinya all Indonesian final di ganda putra sama sekali tak terjadi. Dua wakil Indonesia di nomor ganda putra kalah dari pasangan Denmark dan Taiwan. Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto sudah mampu mengimbangi Mathias Boe/Carsten Mogensen. Sekalipun lebih kaya pengalaman dan lebih diunggulkan tidak mudah bagi Boe/Mogensen merebut tiket final. Unggulan pertama itu perlu waktu 1 jam 4 menit untuk menyisihkan unggulan empat dengan skor 11-21 21-17 21-19.
Situasi di luar dugaan justru terjadi pada Berry Angriawan/Hardianto. Lebih diunggulkan, juara Malaysia GPG pekan lalu itu justru tampil anti klimaks saat menghadapi Lu Ching Yao/Yang Po Han. Unggulan delapan itu memupuskan laju positif Berry/Hardianto dua game langsung 21-16 21-17 dalam tempo 43 menit.
Selain menjadi satu-satunya harapan, di laga pamungkas nanti wanita kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah itu akan menantang jagoan tuan rumah, Pusarla Venkata Sindhu. Di babak semi final Gregoria tampil meyakinkan saat terlibat perang saudara dengan Hanna Ramadini. Meski tidak masuk daftar unggulan Jorji berhasil menjungkalkan rekan sepelatnas yang menempati unggulan enam itu dua game langsung, 21-19 dan 21-14.
Sementara Sindhu “membunuh” harapan Indonesia lainnya, Fitriani. Dengan pengalaman dan jam terbang yang lebih, pebulu tangkis 21 tahun itu hanya butuh waktu 38 menit untuk mengakhiri kiprah unggulan empat itu.
Di game pertama Fitriani berada di bawah tekanan Sindhu. Laga berjalan tidak seimbang dan wakil tuan rumah menang mudah. Situasi berbeda terjadi di game kedua. Perlahan-lahan Fitriani mampu mengimbangi Sindhu. Beberapa kesalahan sendiri yang dilakukan Sindhu membuat perolehan poin keduanya tidak berselisih jauh. Fitriani terus menempel Sindhu dan perolehan poin sempat berada di angka 8-9 hingga 16-16. Bahkan Fitriani sempat unggul dalam kedudukan 18-17.
Namun Sindhu dengan kelebihan daya jelajah dan akurasi pukulan mampu menyamakan kedudukan dan balik unggul. Perolehan poin Fitriani terkunci di angka 19 saat Sindhu mengakhiri laga dengan skor akhir 21-11 21-19.
Menghadapi Sindhu, Jorji jelas harus bekerja ekstra keras. Langkah kaki wanita bertinggi 1,79 meter itu membuat mobilisasinya lebih mudah dan mampu menempatkan bola dengan tingkat akurasi yang tinggi. Belum lagi bobot pukulan Sindhu cukup mumpuni.
Jam terbang Sindhu pun lebih dari cukup dibanding Jorji. Di pentas senior Sindhu sudah mampu bersaing dengan para pemain elit. Pebulu tangkis kelahiran Hyderabad 5 Juli itu tampil meyakinkan di Olimpiade Rio 2016 dengan mempersembahkan medali perak untuk negaranya.
Situasi ini berbeda dengan Jorji. Di tingkat junior prestasi Jorji terbilang unggul untuk pemain seusianya.Di tahun 2015 ia mampu naik podium tertinggi di turnamen level International Challenge di Indonesia dan Singapura.
Kesempatan naik kelas di tengah krisisi pemain putri Pelatnas memungkinkannya mampu membela Indonesia di beberapa turnamen seperti ASEAN Games dan Piala Uber 2016. Prestasi terbaiknya adalah merebut medali perak nomor perseorangan di Asia Junior Championship tahun lalu.