Lihat ke Halaman Asli

charles dm

TERVERIFIKASI

charlesemanueldm@gmail.com

"Buena Suerte" Luis Milla

Diperbarui: 21 Januari 2017   04:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Segaf Abdullah/Juara.net

Luis Milla. Nama belakangnya persis seperti eks striker legendaris Kamerun yang pernah dua tahun merumput di Indonesia. Albert Roger Mooh Miller alias Roger Milla. Pria yang kini berusia 64 tahun itu tidak akan pernah hilang dari sejarah sepak bola dunia. Tiga kali mengikuti putaran final Piala Dunia, menjadi pemain tertua yang tampil dan mencetak gol di ajang akbar itu.

Di Piala Dunia 1994 di Ameria Serikat, Milla masih mencatatkan namanya di papan skor saat menghadapi Rusia. Saat itu usianya sudah 42 tahun.

Kedatangannya ke Indonesia langsung menjadi primadona. Meski tak muda lagi, ia masih sanggup menghibur penonton selama dua tahun sejak 1994 hingga 1996. Selama masing-masing setahun, Milla membela Pelita Jaya dan Putra Samarinda sebelum kembali ke kampung halamannya.

Ia masih bermain selama tiga tahun bersama Tonnerre Yaounde, salah satu klub tersukses di sana, yang pernah dibelanya di awal karir sebelum hijrah ke sejumlah klub Eropa seperti Bastia, Saint-Etienne dan Montpellier di Liga Prancis.

Setelah masa Milla dari Kamerun, kini Indonesia kedatangan Milla dari Spanyol. Pria bernama lengkap Luis Milla Aspas baru saja ditetapkan sebagai pelatih timnas senior Indonesia. Setelah masa kepelatihan Alfred Riedl berakhir setelah Piala AFF lalu, seiring dengan semangat baru yang dihembuskan pengurus baru PSSI, pria 50 tahun itu pun diikat dengan kontrak maksimal dua tahun.

Ia menyisihkan sejumlah kandidat pelatih asing, seperti mantan pelatih timnas Jepang Alberto Zaccheroni dan Luis Fernandez, mantan pelatih Paris Saint-Germain. Penunjukkan Mila, begitu juga pelatih-pelatih sebelumnya, selalu diiringi pro kontra. Ada tanda tanya, begitu pula optimisme.

Beberapa pertanyaan yang mengemuka bisa diangkat. Mengapa bukan dua calon lain yang ditunjuk? Mengapa tidak memilih pelatih lokal yang notabene telah mengetahui seluk beluk persepakbolaan tanah air, ketimbang orang yang sama sekali baru dan buta kondisi domestik? Ditambah lagi, Indonesia pernah punya sejarah dilatih tangan-tangan asing dengan hasil yang tidak terlalu menggembirakan. Alfred Riedl bisa menjadi contoh dalam hal ini.

Seperti pelatih asing, tangan-tangan lokal yang membesut timnas juga setali tiga uang. Karena itu opsi mendatangkan pelatih dari luar negeri dengan track record lebih bagus adalah pilihan telak. Begitulah salah satu pertimbangan dari sisi berbeda.

Bagaimana sepak bola Indonesia bisa dibangun bila kita terus terbelenggu dalam polemik dikotomis? Sudah saatnya menatap ke depan. Dengan tanpa membawa semua sejarah kelam masa lalu, saatnya Garuda disiapkan untuk terbang lebih tinggi.

Dalam nada optimisme itu kita menyambut Luis Milla. Sebelum resmi dipilih, Milla-begitu juga Luis Fernandez-sudah lebih dulu mempertanggungjawabkan diri mengapa dirinya paling layak di hadapan panelis yang merupakan para petinggi PSSI (Kompas,Jumar, 20 Januari, hal.31).

Iwan Budiarto, Wakil Ketua Umum PSSI membocorkan sedikit hasil presentasi itu yang masih menjadi rahasia. Mengutip Iwan, “Di dalam (presentasi) tadi, dia sangat scientific (ilmiah). Ia memaparkan hal-hal seperti agenda (timnas), potensi kita, hingga kekuatan lawan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline