Lihat ke Halaman Asli

charles dm

TERVERIFIKASI

charlesemanueldm@gmail.com

Menanti Kado 65 Tahun PBSI dari Kunshan

Diperbarui: 11 Mei 2016   07:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tim Thomas dan Tim Uber Indonesia (badmintonindonesia.org)

Pada 5 Mei lalu Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) merayakan hari jadi ke-65. Tak ada perayaan besar-besaran, apalagi gegap gempita untuk menandai perjalanan panjang induk organisasi bulu tangkis seluruh Indonesia itu.

Bahkan hari itu, suasana benar-benar sepi. Bahkan nyaris (di)lupa(kan) publik bila tidak ada pesan singkat di jejaring sosial yang bisa disebarkan secara luas. Padahal organisasi ini telah berjasa bagi Tanah Air melalui para pebulutangkis yang telah mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.

Sulit kita bayangkan Indonesia tanpa bulu tangkis. Adakah yang bisa kita banggakan di ajang sekelas Olimpiade bila tanpa cabang olahraga yang satu itu? Dari catatan yang ada, sepanjang keikutsertaan Indonesia di Olimpiade, bulu tangkis menjadi cabang utama yang bisa mengantar Merah Putih ke podium utama.

Sejak Olimpiade Helsinki tahun 1952 hingga Olimpiade London 2012 silam, Indonesia total mengemas 27 medali (enam medali emas, 10 medali perak dan 11 medali perunggu). Patut diketahui enam medali emas tersebut berasal dari cabang bulu tangkis.

Prestasi tersebut tentu tak lepas dari peran PBSI yang telah berdiri enam tahun setelah Indonesia merdeka. Organisasi tersebut berperan penting dalam menjaring, membina dan mengorganisir para bakat-bakat potensial di cabang tepok bulu ini. Maka apresiasi kepada PBSI sepatutnya diberikan.

Namun demikian tak ada pesta untuk PBSI di ulang tahun ke-65 ini bisa dimaknai secara berbeda. Sejatinya setiap perayaan ulang tahun tak perlu selalu diidentikan dengan pesta. Justru momen tersebut menjadi kesempatan yang pas untuk menilai dan berkaca diri. Melihat kondisi saat ini, apakah PBSI masih tetap tegar dan kuat untuk mencetak para pebulutangkis kelas dunia? Atau PBSI perlu penyegaran agar semangat untuk membanggakan Indonesia tetap bernyala-nyala?

Entahlah seperti apa "isi" dalam PBSI saat ini, namun yang pasti tak ada pesta besar untuk PBSI kali ini (dan juga sebelumnya?) menjadi tanda bahwa organisasi yang dirintis oleh Sudirman cs pada tahun 1951 ini lebih bertitik tekan pada kerja dan prestasi. Bukan seremoni.

Ditambah lagi saat ini pekerjaan PBSI semakin berat. di usianya yang sudah tak muda lagi, PBSI menghadapi tantangan yang semakin pelik. Semakin populernya olahraga ini membuat tingkat persaingan di dunia semakin sengit. Bahkan saat ini bulu tangkis Tanah Air sedang berada di titik kritis.

Mengapa demikian? Coba tengok tradisi bulu tangkis Indonesia di Olimpiade yang sudah terputus. Tak pernah kehilangan medali emas sejak Olimpiade Barcelona 1992, rantai tersebut telah putus di Olimpiade terakhir di London 2012 lalu. Saat itu bulu tangkis tak menyumbang satu medali pun.

Tak hanya di Olimpiade, tolak ukur prestasi pun bisa dilihat dari kejuaraan bergengsi lainnya seperti turnamen beregu Piala Thomas dan Piala Uber. Indonesia sudah kehilangan Piala Thomas sejak 2004. Sementara sektor putri sudah lebih dulu kehilangan taji di Piala Uber yang terakhir kali diraih pada 1996 silam. Sementara di turnamen beregu campuran, Piala Sudirman, Merah Putih tak lagi Berjaya sejak 1989.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline