[caption caption="Foto Kompas.com"][/caption]Di tengah kemeriahan menyambut tahun baru Imlek di nusantara, satu nama tak pernah boleh kita lupa. KH Abdurrahman Wahid. Ya, Gus Dur. Dalam rentang pengabdiannya sejak 1999-2001 sebagai presiden keempat Republik Indonesia, sosok humoris namun kritis ini telah mencatatkan noktah penting tentang pentingnya menghargai keberagaman, merayakan perbedaan dan multikulturalisme.
Pekikan keras reformasi yang digelorakan Gus Dur sampai akhirnya terbongkarnya sekat dan tembok-tembok pemisah yang membuat kita sempat harus merasa berjarak satu sama lain karena perbedaan suku, agama, ras dan golongan. Gus Dur mendobrak elitisme dan status quo dominasi satu golongan dan kelompok tertentu. Selanjutnya, mengajak kita untuk menyadari eksistensi ke-bhinekatunggalika-an yang berjalan searah dengan tumbuhnya ruang kebebebasan. Termasuk bagi warga keturunan.
Pada masa Gus Dur itulah ruang perayaan Imlek mendapat tempat di nusantara ini. Sempat dilarang semasa rezim Orde Baru, oleh Gus Dur warga keturunan dipersilahkan untuk merayakan tahun baru China. Tahun 2001, Gus Dur menetapkan Imlek sebagai hari libur fakultatif. Dan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, hari libur fakultatif itu diperbaharui menjadi hari libur nasional, hingga saat ini.
Implikasinya pun menjadi luas. Tak hanya pada tataran keagamaan. Kebebasan dan peran politik pun terbuka serta ruang kebebasan pada umumnya tersingkap lebar-lebar, meski di sana-sini 'racun' primordialisme masih menampakkan rupanya.
Namun demikian sikap yang telah ditunjukkan Gus Dur menjadi sebuah contoh sekaligus ajakan bagi kita untuk back to basic, kembali pada fitrah kita sebagai bangsa yang plural, masyarakat yang beragam.
Dan keberagaman itu mesti kita rayakan dan maknai dengan sebenar-benarnya. Itulah tugas dan tanggung jawab yang harus kita jalankan bersama tanpa terkecuali, bila kita benar-benar menyadari sebagai bagian dari sebuah bangsa yang jamak dan mencintai kebesaran bangsa kita dengan serbanekanya.
Karena itu momentum perayaan Imlek seyogyanya menjadi kesempatan emas bagi kita untuk terus menata diri dalam ruang mahakaya, memainkan peran dengan segala kelebihan dan kekuarangan kita, untuk membangun bangsa yang tengah mengalami aneka goncangan ekonomi, sosial, dan politik. Niscaya dengan bergandeng tangan dan bersatu sebagai sebuah bangsa, bukan mustahil berbagai aral yang menghadang bisa dilintasi.
Sambil mengucapkan Selamat Tahun Baru Imlek bagi saudara-saudari kita yang merayakan, kita pun dengan besar hati dan penuh rasa syukur mengucapkan patah kata yang sama kepada tokoh reformis, bapak multikulturalisme, Gus Dur.
Gong Xi Fa Cai saudara-saudariku, Gong Xi Fa Cai Gus Dur!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H