[caption caption="Ali Ardian (gambar diambil dari INDOSPORT.com)"][/caption]
Saat ini pencinta MotoGP Indonesia sedang harap-harap cemas menanti gerak cepat pemerintah menuntaskan persyaratan yang dituntut pihak Dorna selaku operator untuk menjadi tuan rumah MotoGP 2017. Tak kurang dari sepekan lagi, Keppres dan Master Plan sirkuit harus sudah dikeluarkan dan mencapai kata sepakat jika tak ingin kesempatan emas itu direbut Finlandia.
Dalam situasi ini, muncul kabar gembira tentang keikutsertaan Ali Ardiansyah Rusmiputro di ajang European Championship Moto2 musim 2016. Meski hanya menggenggam tiket wild card, setidaknya rider 22 tahun itu berkesempatan menjajaki atmosfer Moto2 sambil menunjukkan diri agar bisa naik satu tingkat lagi ke MotoGP.
Harapannya, di tahun berikutnya ia mendapat kontrak penuh untuk tampil di Moto2. Alangkah indahnya bila di 2017 ia bisa unjuk gigi, apalagi bila di hadapan publik sendiri. Sehingga kita tak lagi menjadi penonton semata.
Namun harapan indah ini bukan tanpa pamrih. Secara teknis, pemuda berdarah Jawa-Kalimantan harus bisa tampil maksimal dan meyakinkan. Di sisi lain, perlu sokongan dana yang tak sedikit.
Seperti ajang otomotif lainnya, meski tak sefantastis kebutuhan Rio Haryanto untuk tampil di Formula One, Ali Adrian sedikitnya butuh 2,5 juta dollar AS atau setara Rp36 miliar untuk tampil di ajang Moto2.
Jumlah tersebut tentu tak banyak untuk ukuran Indonesia dengan segala kekayaannya. Namun angka tersebut terasa begitu banyak dan seakan tak terjangkau oleh birokrasi nan rumpil rumit.
"Kendala saya dari dahulu kala sama terus Pak yakni pendanaan, untuk masuk melaju ke Moto2 harus ada sponsor dengan dana 2,5 juta dolar setara dengan Rp 36 miliar," ungkapnya seperti seperti dilansir msports.net.
Asa Moto2
Seperti atlet-atlet berpotensi lainnya, Ali boleh dikata berkembang dalam diam. Sejak 2010 Ali sudah muali menunjukkan prestasi. Menjadi juara nasional 250 cc dan runner up 150 cc tahun 2011. Setahun kemudian ia menempati posisi kedua di ajang Losail Asia Championship.
Jalan hijrah pun dipilih putra pasangan Ina dan Erin Rusmiputro demi mengembangkan diri. Tak banyak yang tahu sepak terjang pemuda kelahiran Jakarta 29 September saat meninggalkan Indonesia untuk berlaga di Eropa sejak 2012 silam.