Banyak pihak mengaku UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) masih jauh dari harapan. Tak sedikit yang berdalih secara teoretis namun tak sedikit pula yang langsung mengalami dampak buruk dari kehadiran regulasi tersebut.
Penuturan dari mantan pebulungakis nasional, Icuk Sugiarto menggambarkan secara jelas bagaimana UU tersebut justru memunculkan ketidakadilan dan memangsa insan olahraga sendiri. Ia mengutarakan sejumlah contoh. Pertama, juara-juara dunia bulu tangkis 1983 dua kali gagal menjadi Ketua PBSI tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Pengalaman ini memberikan kesan seakan-akan karir mantan atlet hanya mampu berakhir sebagai pelatih dan tak boleh menduduki posisi lebih tinggi. Semestinya dengan pengalamannya sebagai atlet, mengetahui seluk beluk di lapangan, membantu untuk bisa memimpin induk olahraga secara baik. The right man on the right place.
Kedua, pengalaman Icuk saat diberhentikan kedua kalinya oleh PBSI dan tidak bisa melapor dan berkeluh kesah kepada Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI) karena ketentuan biaya yang dirasanya sangat memberatkan baik bagi atlet, pelatih, maupun mantan atlet seperti dirinya.
Coba bayangkan, mantan peraih medali emas SEA Games 1985, 1987 dan 1989 ini mengaku bahwa untuk biaya pendaftaran saja harus membayar Rp50 juta. Alahualam.
Ketiga, kesewenang-wenangan dalam mengambil dan memutuskan kebijakan.
"Contohnya ada seorang atlet terbaik yang hanya karena dianggap bukan kelompoknya maka dengan sengaja tidak dimainkan di SEA Games. Padahal kita tahu sebagai sebuah bangsa, kita punya hak yang sama untuk membela Merah-Putih," ungkapnya.
Lebih rinci
Pengalaman Icuk mungkin menjadi satu dari sekian banyak persoalan terkait implementasi UU tersebut. Prestasi olahraga Indonesia yang terpuruk semakin bertambah miris dengan situasi dan kondisi seperti ini.
Sebagian pihak menganggap selain faktor kesengajaan, pembuatan UU yang terkesan asal-asalan menjadi alas an. Sejumlah pengamat menilai UU ini kurang dijabarkan secara rinci dalam bentuk jurnal pelaksanaan dan jurnal teknis agar bisa diterapkan secara baik.
Lebih dari itu, situasi ini menuntut peran pengawasan dari pemerintah yang lebih optimal dan menuntut sinergi dari berbagai pihak untuk menepis ego sektoral dan kepentingan sepihak. Jangan sampai olahraga nasional dikorbankan...
Jika tidak bukan tidak mungkin,nasib olahraga Indonesia bagai berjalan di tempat…