Menyelesaikan masalah tanpa solusi. Ya, pernyataan yang tampak saling bertolak belakang. Kontradiktif. Dan jelas tak logis. Menyelesaikan masalah sudah mengandung makna solusi. Solusi: penyelesaian masalah.
Namun sabar dulu, kutiban yang diambil dari salah satu acara lawak di stasiun televisi swasta itu sengaja diangkat dalam konteks perhelatan turnamen sepak bola Piala Presiden yang baru saja dibuka oleh orang nomor satu di negeri ini di lapangan Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Bali.
Bergulirnya turnamen yang digagas Mahaka Sports and Entertainment hingga 18 Oktober ini terjadi di tengah ‘mati suri’ kompetisi sepak bola tanah air sebagai buntut dari kisruh antara dua lembaga negara, PSSI dan Kemenpora.
Banyak yang mengaggap bahwa turnamen ini menjadi awal kebangkitan persepkabolaan tanah air. Ada pula yang hakulyakin, perhelatan yang diikuti 16 klub, baik dari kasta tertinggi maupun Divisi Utama sebagai penggerek iklim persepakbolaan Indonesia dari dalam jurang keterpurukan.
Namun tak sedikit yang pesimis, turnamen ini hanya bersifat temporal, pelipur lara dan sama sekali tak menyentuh akar masalah. Saya menjadi salah satu dari kelompok ini.
Hiburan sesaat
Turnamen ini mempertandingkan 38 partai dan mengambil tempat di beberapa daerah sebelum partai puncak yang rencananya digelar di Istora Senayan Jakarta. Masyarakat di empat kota yakni Bali, Makkasar, Malang, dan Bandung bisa secara langsung menyaksikan sejumlah tim bertanding. Sementara publik luas bisa mengikutinya melalui salah satu stasiun televisi swasta nasional.
Presiden Joko Widodo dalam pidato pembukaannya mengaku senang dengan adanya turnamen ini. Mantan gubernur DKI Jakarta ini meminta masyarakat untuk bersabar menantikan kebangkitan sepakbola tanah air melalui langkah reformasi.
"Kita harus bersabar. Tidak apa kita diberi sanksi FIFA tidak bertanding, tidak apa-apa. Daripada kita kalah terus," ungkap Jokowi.
Namun masyarakat tak bisa terus ditenangkan dengan kata-kata dan retorika selama belum ada langkah pasti untuk melakukan reformasi. Publik tentu meminta kejelasan dan kepastian aksi perubahan yang dilakukan dan tidak hanya diberi suguhan sementara.
Apakah pemerintah bisa menjamin bahwa setelah turnamen tersebut reformasi kompetisi sudah bisa dilihat hasilnya atau paling kurang kompetisi profesional sudah mulai bergeliat? Jangan-jangan ini hanyalah hiburan semu.