Korupsi tetap menjadi salah satu isu paling mendesak di Indonesia. Meskipun berbagai lembaga telah didirikan untuk memberantasnya, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kasus demi kasus terus bermunculan, bahkan melibatkan pejabat tinggi negara. Lebih mengejutkan, sejumlah kasus korupsi yang sempat menjadi sorotan media massa justru menghilang tanpa kejelasan. Mengapa ini bisa terjadi?
Data resmi menunjukkan betapa luasnya dampak korupsi di tingkat pemerintahan. Dari 2004 hingga 2022, sebanyak 344 pimpinan dan anggota DPR/DPRD, 200 kepala daerah, 20 menteri, dan 139 pejabat eselon I, II, dan III telah diproses hukum karena korupsi. Angka-angka ini mencerminkan betapa rentannya birokrasi Indonesia terhadap praktik korupsi, terutama di sektor yang memegang kendali anggaran besar.
Salah satu contoh yang menggambarkan kompleksitas korupsi di tingkat tinggi adalah kasus yang melibatkan anggota DPR. Dalam banyak kasus, korupsi melibatkan manipulasi anggaran atau proyek pemerintah yang berujung pada kerugian negara dalam jumlah fantastis. Namun, meski jumlah kasus terus meningkat, masyarakat kerap mempertanyakan keberlanjutan penanganannya.
Fenomena lain yang menarik perhatian adalah hilangnya sejumlah kasus korupsi dari pemberitaan media. Beberapa kasus besar yang sebelumnya menjadi headline tiba-tiba lenyap tanpa ada perkembangan. Contoh kasus adalah dugaan korupsi Dana Desa di Desa Tornagodang, Sumatera Utara, yang mencuat pada 2017. Setelah menjadi sorotan, kasus ini nyaris tak terdengar lagi hingga mencuat kembali beberapa tahun kemudian akibat laporan pencemaran nama baik terkait kasus tersebut.
Ada banyak faktor yang bisa menjelaskan hilangnya kasus-kasus ini:
- Intervensi Kekuasaan Pihak-pihak dengan kekuasaan politik atau ekonomi besar kerap kali memengaruhi jalannya penegakan hukum. Intervensi ini dapat menghentikan proses hukum atau memperlambatnya hingga kasus tersebut terlupakan.
- Kurangnya Transparansi Lembaga penegak hukum seringkali tidak terbuka dalam menyampaikan perkembangan kasus kepada publik. Hal ini membuat masyarakat kehilangan akses informasi tentang status terkini kasus tersebut.
- Tekanan terhadap Media Media massa dapat menghadapi tekanan, baik dalam bentuk ancaman langsung maupun ketergantungan finansial pada pengiklan yang memiliki kepentingan untuk menghentikan pemberitaan.
- Fokus Publik yang Bergeser Ketika perhatian publik beralih ke isu lain, kasus korupsi yang tidak memiliki perkembangan signifikan cenderung dilupakan. Media, yang bergantung pada perhatian pembaca, juga akan berpindah ke isu lain.
Hilangnya kasus-kasus korupsi dari radar publik memiliki dampak serius terhadap penegakan hukum dan kepercayaan masyarakat. Ketika masyarakat merasa bahwa korupsi tidak ditangani dengan serius, muncul rasa frustrasi yang memengaruhi partisipasi mereka dalam demokrasi. Lebih jauh lagi, hal ini memperburuk persepsi bahwa korupsi adalah bagian "normal" dari birokrasi.
Dalam situasi seperti ini, peran media dan masyarakat sangatlah penting. Media harus berkomitmen untuk terus menyuarakan perkembangan kasus korupsi, sementara masyarakat harus lebih kritis dan aktif dalam mempertanyakan progres penanganan kasus. Transparansi dari lembaga penegak hukum juga menjadi kunci untuk memastikan bahwa kasus-kasus korupsi tidak "hilang" begitu saja.
Fenomena kasus korupsi yang menghilang menunjukkan adanya masalah mendasar dalam sistem penegakan hukum dan transparansi di Indonesia. Dibutuhkan langkah konkret untuk memastikan bahwa setiap kasus yang muncul di publik tidak hanya berhenti di tahap pemberitaan, tetapi diselesaikan hingga tuntas. Dengan sinergi antara lembaga penegak hukum, media, dan masyarakat, ada harapan bahwa praktik-praktik korupsi yang merugikan negara dapat diminimalisasi.
Korupsi bukanlah warisan yang ingin kita tinggalkan untuk generasi mendatang. Oleh karena itu, mari bersama-sama mengawal dan menuntut penegakan hukum yang adil, transparan, dan tanpa pandang bulu.
Sumber :
Natalia, D. L. (2019). Media massa dan pemberitaan pemberantasan korupsi di Indonesia. INTEGRITAS: Jurnal Antikorupsi, 5(2), 57-73.