Jumlah penduduk Indonesia telah lebih dari 250 juta jiwa, dan lebih dari separohnya tinggal di pulau Jawa. Dengan jumlah penduduk yang terlalu besar, Indonesia sulit untuk bergerak lincah di era penuh kompetisi. Tidak seperti Malaysia yang jumlah penduduknya hanya sekitar 30 juta jiwa , Indonesia benar-benar terbebani dengan jumlah penduduk yang terlalu besar. Indonesia perlu mencetak sekitar 4-5 juta lapangan kerja baru per tahun, sungguh beban yang teramat berat bagi sebuah bangsa yang kurang berjiwa enterprenuer.
Mencermati Angka Pengangguran
Angka penganguran yang dipublikasikan oleh BPS setiap tahun memang bisa menjadi acuan dalam membuat kebijakan, namun perlu disadari bahwa analisis kuantitatif memiliki banyak kelemahan. Pembuat kebijakan perlu menyadari bahwa Pekerjaan-pekerjaan yang tersedia cenderung tidak berkualitas seperti Pembantu rumah tangga, buruh kasar, kerja part time, dll . Apakah sebutan yang pantas bagi sebuah bangsa jika mayoritas penduduknya bekerja sebagai buruh kasar dan pembantu rumah tangga ?
Indonesia telah menjadi eksportir PRT dan buruh kasar sejak era 90-an, namun sepertinya tidak ada kesadaran dari pemerintah dan rakyat untuk secara bersama-sama mengatasi hal ini. Semua pihak perlu sadar bahwa program KB 2 anak adalah sistem usang yang terlambat diterapkan. Negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, dll telah mengadopsi sistem satu anak. Meski aturan tersebut tidak diwajibkan oleh negara seperti di China, namun rakyatnya secara sukarela menerapkannya karena tidak ingin repot dan terbebani dengan banyak anak. Kini mereka menikmati hasilnya, angka pengangguran yang rendah meski ekonomi tidak bertumbuh. Kondisi sebaliknya justru terjadi di Indonesia, meski ekonomi bertumbuh tapi penduduknya tetap harus menjadi TKI dan PRT di luar negeri . Apakah membanggakan jika memiliki anak menjadi TKW / PRT di luar negeri ?
Nasib dan masa depan suatu bangsa / individu pada akhirnya sangat di tentukan oleh karakternya bukan keberuntungan / sumber daya alamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H