Lihat ke Halaman Asli

Sumire Chan

www.rumpunsemesta.wordpress.com

Manusia Butuh Topeng?

Diperbarui: 13 Januari 2023   09:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dunia diisi oleh manusia-manusia dengan topengnya. Setiap orang mempunyai  topengnya masing-masing untuk menjalani kehidupan. Tidak semua yang  terlihat adalah kenyataan aslinya sehingga penampilan bukanlah penilaian atas segalanya.

Manusia punya rahasianya masing-masing. Ada  beberapa hal yang tidak bisa ditampilkan begitu saja.  Mereka kemudian membangun  tembok penghalang agar tak dapat dilihat begitu saja. Pengamanan diri dipasang guna menyembunyikan segala hal yang menyenangkan dan tak menyenangkan. Mungkin ini adalah salah satu alasan untuk tetap bisa berinteraksi.

Perwujudan manusia dengan topengnya adalah persembunyian. Ada yang bersembunyi di balik topeng kecantikan, kebaikan, kepintaran, keramah-tamahan, kebijaksanaan, ketidak-berdayaan atau bahkan kemunafikan. Akan tetapi, lelahkah jika hidup terus menerus memakai topeng? Dan benarkah manusia butuh topeng dalam menjalani kehidupannya?

Hal ini bisa dilihat dari dua sudut pandang. Sudut pandang pertama manusia tidak ada yang sempurna. Karenanya untuk berinteraksi tentu saja butuh segala aksi agar dapat diterima di lingkungannya. Tiap-tiap manusia punya aib yang tidak harus selalu diketahui semua orang. Jika saja setiap kesalahan dan kejahatan yang dilakukan menempel di badan, manusia bisa apa tanpa topeng yang melindunginya? Tuhan-lah penutup aib semua itu dengan segala kuasanya.

Sudut pandang kedua adalah bahwa macam-macam topeng bisa dipilih, topeng sebagai istri yang baik suami yang penyayang, pimpinan yang bijaksana, sahabat yang menyenangkan. Apapun yang dianggap paling baik dibentuk dalam sebuah perwujudan topeng. Pertanyaannya apakah segala kebaikan dan kebajikan itu benar-benar perwujudan diri mereka sendiri? Kita memang tidak akan pernah tahu, terlebih jika halnya orang baru yang belum memakan waktu untuk berinteraksi secara berlama-lama.

Bayangkan, setiap orang punya koleksi topeng yang digantungkan di gantungan lemari kamarnya. Kemudian mereka bebas memilih topeng apa yang mereka gunakan, jika mereka hendak keluar dari kamar. Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang tidak melihat topeng, kita hanya melihat wajah orang-orang yang kita temui. Dengan kata lain, orang-orang selalu tampak bagi kita mengenakan wajah mereka sendiri bukan topeng.

Adakalanya jauh dalam lubuk hati, kita selalu tahu wajah-wajah yang kita temui itu pada dasarnya hanyalah topeng. Topeng pencitraan demi mendapat pujian, topeng kerja keras agar nampak berusaha, topeng kebaikan agar mendapatkan cinta dari kekasih hati.

Menurut Ellias Canetti, filsuf asal Bulgaria mengemukakan bahwa manusia itu seperti ulat dan kupu-kupu yang bermetamorfosis.  Artinya, manusia adalah mahluk yang terus berubah, tidak konsisten akan satu identitas saja, tetapi terfragmentasi dalam lapisan-lapisan dirinya. Kemampuan bermetamorfosis itu menempel erat di dalam lapisan sub-humannya, yang kadang-kadang membuat manusia tidak banyak berbeda dengan binatang dalam kemampuannya 'menipu' musuh. Jadi benarkah manusia membutuhkan topeng dalam kehidupannya?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline