Lihat ke Halaman Asli

Sumire Chan

www.rumpunsemesta.wordpress.com

Figur Pendidikan Masyarakat Kota dan Desa

Diperbarui: 18 Januari 2021   07:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

halodoc.com

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan diartikan sebagai pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Artinya dalam hal ini ada proses yang wajib dilewati  sebagai upaya pengubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.

Mengenyam pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Namun, pada kenyataannya masih ada saja anggapan bahwa pendidikan tidak lebih penting dari bekerja. Sebuah asumsi jika halnya untuk mengenyam pendidikan kita perlu mengeluarkan uang sedangkan untuk bekerja kita akan mendapatkan uang. Benar atau tidak hal tersebut bergantung pada sudut pandang pemikiran kita masing-masing.

Mari kita tengok pendidikan di desa dan di kota. Akses transportasi, signal, sumber daya manusia, sarana prasarana  juga kebiasaan. Sudahkah hal-hal tersebut merata? Adakah kesenjangan yang literal dalam proses pendidikan masyarakat desa dan kota? Ada kalanya pembangunan yang tidak merata menuntut hasil yang sama.

  • Pendidikan Masyarakat Desa

Mendengar kata desa, identik dengan sebuah wilayah yang cukup jauh dari perkotaan. Akses yang sedikit sulit dibumbui dengan habit masyarakat yang masih tradisional. Lokasi geografis yang demikian berdampak pada keadaan sumber daya manusia seperti guru. Jika halnya bukan penduduk asli, sedikit guru yang mau mengabdi di wilayah desa. Kebanyakan mereka menjadikan desa sebagai persinggahan untuk bisa mutasi ke kota.  

Pada umumnya masyarakat desa  bekerja sebagai petani, buruh dan pedagang. Keadaan ekonomi terbilang masih sulit. Biasanya warga yang mumpuni adalah mereka yang telah berhasil menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dikirim ke luar negeri. Mereka pulang dengan membangun rumah atau menjadikan hasil jerih payah sebagai sebuah modal usaha. Meskipun tak sedikit dari mereka yang pulang ke kampung halaman karena suatu kasus sehingga tidak membawa apapun.

Banyak anggapan tidak penting tentang sebuah pendidikan. Selain dari banyaknya yang mengalami masalah perekonomian, adanya anggapan tentang sejauh apapun karier seorang perempuan ujungnya adalah "dapur". Maksudnya adalah tidak perlu pendidikan yang tinggi untuk seorang perempuan jika halnya setelah menikah mereka hanya dituntut untuk melayani suami dan anaknya. Padahal hal itu tentu akan berbanding lurus jika pendidikan tinggi seorang perempuan diiringi dengan sikap loyal kepada keluarganya.

Terlepas dari anggapan tersebut, kondisi  yang sering ditemui adalah berkenaan dengan akses transportasi yang sulit seperti  tidak adanya angkutan umum, kondisi jalan rusak semakin menyurutkan motivasi belajar. Hal lainnya adalah berkenaan dengan kebiasaan masyarakat. Sebagai contoh mengenai pembelajaran di masa pandemi sekarang ini. 

Pembelajaran masa pandemi menuntut pembelajaran secara daring (dalam jaringan) yang menuntut kuota belajar lebih banyak. Namun demikian, jumlah kuota yang banyak tidak akan berarti jika wilayah desanya sulit mendapatkan signal.  Apalagi jika stekholder sekolah tidak memverifikasi nomor ponsel para siswa untuk mendapatkan bantuan kuota. 

Kondisi ekonomi  orang tua/ wali yang sulit jelas tidak akan mampu membeli kuota.  Apa akibatnya? Pada akhirnya mereka lebih memilih bekerja baik di luar maupun di dalam kota untuk membantu ekonomi orang tua.

dok. pribadi

  • Pendidikan Masyarakat Kota

Sedikit berbeda dengan kondisi masyarakat desa pada umumnya. Masyarakat kota lebih melek dalam hal pendidikan. Pada dasarnya akses kemudahan dan fasilitas belajar di wilayah perkotaan sudah cukup mumpuni.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline