"Keteguhan tanpa disiplin adalah awal dari kebodohan." (Jim Rohn)
"Bakat tanpa disiplin hanyalah seperti gurita pada sepatu roda. Ada banyak gerakan tapi tidak pernah tahu apakah itu maju, mundur, atau ke samping." (H. Jakson Brown, Jr.)
Hukum itu rumit. Tetapi negara tanpa hukum jauh lebih munafik. Ibarat sihir kehidupan, hukum adalah pondasi yang mengokohkan bangunan. Aneh bin ajaib, namun kenyataan bahwa tanpa hukum suatu negara akan hancur tak bisa dipungkiri. Waktu memang sudah hilang terkikis oleh era digital ini. Akan tetapi, hukum harus tetap kokoh tak tertandingi melawan arus teknologi. Sungguh miris, karena saat ini hukum tak lagi digubris. Terlebih lagi hukum tentang lalu lintas yang kini tak kunjung tertib. Kaum milenial saat inilah menjadi sasaran utamanya. Dimana mereka yang sering tertangkap basah dalam melanggar lalu lintas.
Generasi milenial saat ini rentan terjerat hukum akibat kelalaiannya. Terlebih lagi hukum tentang lalu lintas. Mereka terlalu terlena hingga tak peduli akan tata tertib yang ada. Terutama generasi milenial yang masih dibawah umur. Dimana sekelompok perlengkapan berkendara pun mereka tak memilikinya. Bahkan mereka ugal-ugalan dalam berkendara. Sebagian besar generasi milenial tersebut masih dalam keadaan labil. Sehingga yang mereka cari hanyalah kebebasan dan kesenangan belaka. Memang hal itu terlihat senang pada mulanya. Akan tetapi, celaka di kemudian harinya.
Dalam hukum berlalu lintas diperlukan adanya sebuah peraturan agar tercipta sebuah ketertiban. Sehingga kecelakaan lalu lintas pun minim terjadi. Banyak sekali faktor yang menyebabkan kecelakaan. Diantaranya adalah adanya pengemudi yang buruk, Pejalan kaki yang kurang hati-hati, dan kurang patuhnya mereka pada rambu lalu lintas (Suwardjoko, 2005). Semua itu, dapat kita pelajari sejak dini. Melalui berbagai media mereka bisa mengakses aneka informasi. Seperti halnya di era digital ini. Dimana semuanya serba siap saji. Tentunya setitik ilmu mengenai hal dasar berupa ketertiban lalu lintas pun dapat kita peroleh tanpa susah payah lagi.
Ilmu memang mudah didapat. Akan tetapi, menerapkannya yang membuat semuanya nampak sulit. Penerapan hal seperti ketertiban seharusnya dilakukan atas dasar kebiasaan. Jika terbiasa lama-lama menjadi rutinitas yang luar biasa. Di era digital kini, generasi milenial haruslah menjadi tiang beton yang memperkokoh hukum. Terlebih lagi hukum dasar layaknya lalu lintas. Sejak dini pasti sebagian besar dari mereka belajar bahkan menghafal Trafic Right. Bermula dari indahnya sebuah warna di jalan raya. Seorang anak bisa belajar mengenai hukum lalu lintas. Merah, kuning, dan hijau tentunya warna yang tak asing jika dilihat.
Perkembangan teknologi di era digital kini mampu membuat inovasi bagi para generasi milenial dalam berlalu lintas. Inovasi tersebut tentunya akan membawa ketertiban lalu lintas di Indonesia. Akan tetapi, itu hanya sebatas ekspetasi belaka. Realitanya SIM dan juga STNK saja mereka tak punya. Bahkan generasi milenial saat ini kebanyakan membentuk geng-geng motor. Jika generasi milenial yang cerdas maka geng motor tersebut diciptakan untuk sebuah misi yakni menciptakan ketertiban lalu lintas bersama. Namun, nyatanya dominan geng tersebut hanya sebagai ajang untuk foya-foya dan balap liar belaka. Bahkan merusak rambu lalu lintas dengan semena-mena.
Naas sudah negara Indonesia ini, jika generasinya dipenuhi dengan pemuda yang tak bermoral. Fana sudah dunia, jika mereka tak diarahkan kejalan yang benar. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi dilihat dari faktor pendidikan, yakni sekitar 12 % anak SD, 23% anak SMP, dan 63% anak SMA (BPS, 2013). Berdasarkan data tersebut, mayoritas mereka adalah anak dibawah umur 17 tahun. Sungguh malang nasib generasi bangsa Indonesia saat ini jika peristiwa ini berlanjut terus tiap tahunnya. Namun, hal tersebut bukanlah murni kesalahan sang anak. Orang tua juga berperan penting dalam mengawasi anak-anaknya.
Faktor utama kesibukan orang tua inilah yang menjadi salah satu penunjang terlenanya sang anak. Para orang tua yang sibuk dalam pekerjaannya rawan akan ketidak teraturnya moral sang anak. Pada mulanya seorang anak perlu mendapatkan kasih sayang yang lebih dari orang tuanya. Terlebih lagi di era digital ini, orang tua zaman sekarang lebih rentan mengejar karirnya. Mereka berfikir bahwa hidup di era digital sangatlah mudah. Mereka beranggapan bahwa anak yang telah dititpkan di sekolah dan diserahkan pada gurunya itu sudah cukup benar. Meski mereka diberi pendidikan dan dididik oleh gurunya, tak sepenuhnya juga mereka selalu dalam pengawasan bapak dan ibu gurunya. Sungguh miris, namun sebesar apapun masalahnya pasti ada solusinya. Masih terdapat beberapa cara dalam menciptakan ketertiban lalu lintas pada generasi milenial
Pertama, Menggunkan sistem PINOKIO (Pengenalan Inklusif pada Sekolah Seluruh Indonesia). Sistem ini merupakan program dari sebuah organisasi yang dapat dibentuk generasi milenial masa kini. Dimana sistem ini berguna memperkenalkan secara dalam tentang ketertiban lalu lintas di Indonesia. para generasi milenial dapat memperoleh ilmu tentang cara berkendara dan mematuhi lalu lintas yang benar melalui media ini. Mereka disini dibimbing dengan cara praktek yakni terjun langsung kemedan lalu lintas yang telah di sediakan. Keamanan media yang digunakan pun tentunya sudah dijamin aman. Disinilah Inovasi lalu lintas pada generasi milenial dapat terlihat.