Apakah pasar modal di Indonesia efisien? Untuk mengerti pasar modal yang efisien, teori yang paling mungkin untuk menjelaskannya adalah Efficiency Market Hypothesis (EMH), “suggests that at any given time, prices fully reflect all available information on a particular stock and/or market”. Informasi yang tersedia terdiri dari: Pertama, informasi lemah (weak information) berasal dari masa lalu dan informasi ini tidak dapat memengaruhi harga saham.
Kedua, informasi semi kuat (semi strong information) mengungkapkan seluruh informasi publik telah termasuk dalam harga saham. Ketiga, informasi kuat (strong information) adalah informasi yang tidak hanya mencakup informasi publik, akan tetapi juga informasi pribadi (Eugene Fama, 1970). Informasi pasar modal yang efisien tidak dapat digunakan untuk mengambil keuntungan karena harga saham di pasar modal telah merefleksikan semua informasi.
Namun, pasar modal memerlukan keadaan “efficiently inefficient”. Diibaratkan pengemudi mobil harus berjajar dalam kemacetan, sehingga pengemudi mobil yang ingin mempersingkat waktu perjalanannya harus mengganti jalurnya ke jalur yang kosong (Lesse Perdesen, 2015). Bila seluruh jalur penuh, pengemudi mobil tidak melakukan apa pun atau bersifat pasif saja. Informasi dapat berguna, bila pasar modal tidak efisien. Praktisnya, investor tetap dapat mengambil keuntungan dibandingkan investor lainnya dalam transaksi yang sama. Oleh karenanya, pasar modal Indonesia bukanlah pasar modal yang efisien.
Investor rasional di pasar modal akan menggunakan informasi yang dapat memaksimalkan keuntungannya. Dalam mengambil keputusan keuangan, investor akan terpengaruh dengan perilaku rasional dan juga perilaku tidak rasional. Perilaku investor rasional, “based on the assumption that parties having access to all available information, acting in their own self-interest, will make rational and competent decisions” (C. Michael Carty, 2005). Perilaku investor yang rasional berdasarkan EHM akan menggunakan random walk theory. Pasar efisien yang telah mencakup informasi di masa lalu sehingga harga saham keterkinian tidak akan memberikan kesempatan kepada investor untuk mencari keuntungan transaksi saham berdasarkan informasi. Pembelian dan penjualan saham seperti orang melempar dart dengan mata tertutup (Burton Malkiel, 1990).
Faktanya, investor menggunakan dua analisis yang menggunakan informasi masa lalu dan masa depan, yakni analisis teknikal dan fundamental. Analisis teknikal mengandalkan informasi masa lalu. Investor hanya melihat kecenderungan kenaikan atau penurunan harga saham. Sementara analisis fundamental memprediksi harga saham melalui kemungkinan peristiwa yang terjadi di masa depan. Investor sering menggabungkan keduanya untuk mengambil keputusan melakukan transaksi saham.
Dalam hal ini, investor memercayai informasi masa lalu belum sepenuhnya terungkap. Informasi masa depan masih dapat digunakan untuk memprediksi pergerakan harga saham. Oleh karenanya, pasar modal tidak efisien karena informasi masa lalu dan masa depan tidak tecermin dalam harga saham.
Sebaliknya, perilaku investor rasional dapat menjadi tidak rasional, “people often become the victim of cognitive and emotional biases which compel them to behave in an irrational manner” (Tarak Paul, 2014). Investor bertindak tidak lagi menggunakan informasi yang tersedia untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, akan tetapi ia mengikuti emosi yang cenderung membuat penyimpangan. Investor dapat memiliki bias emosi karena percaya diri berlebihan, keputusan menggunakan informasi masa lalu yang tidak memiliki informasi unggul, penggunaan informasi yang hanya dikenal oleh investor, diversifikasi yang tidak sempurna, penjualan saham karena rasa takut kehilangan keuntungan (wharton@work, 2012).
Emosi akan memengaruhi investor untuk membuat keputusan melakukan transaksi saham. Investor terkecoh dengan pergerakan di pasar modal bukan karena informasi masa lalu atau masa depan, akan tetapi investor yang dipenuhi dengan emosi melakukan transaksi mengakibatkan timbulnya kecenderungan harga saham di pasar modal.
Kesimpulannya, investor akan mengandalkan emosi individual yang dapat memengaruhi pergerakan harga saham di pasar modal, bukan informasi yang efisien di pasar modal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H