Lihat ke Halaman Asli

Chandra Wahyu

lahir dan besar di purworejo, kuliah di semarang-jakarta-jogja, pernah kerja di padang sekarang di jogja

Sembilan Tahun Gerakan "Sego Segawe"

Diperbarui: 28 Oktober 2017   10:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi (Foto ANTARA/Noveradika)

Nyaris mustahil sebenarnya untuk mengisi jalan-jalan Kota Yogyakarta dengan sepeda seperti era 1980-an silam.... Polusi begitu dahsyat dan mentari amat menyengat pada zaman ini. Namun, Senin (13/10) pagi, Pemerintah Kota Yogyakarta tetap menggebrak dengan program Sego Segawe.

Sego Segawe singkatan dari Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe. Artinya, sepeda untuk bersekolah dan bekerja.

Sego Segawe yang diluncurkan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono (HB) X bersama Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta itu diproyeksikan menjadi gerakan pemicu. Bersepeda itu perlu dan asyik. Gerakan ini diikuti ribuan pelajar dan karyawan di DIY.

(Kompas, 14 Oktober 2008)

Berita itu sengaja penulis angkat untuk kembali mengingatkan kita semua, setidaknya warga jogja dan siapapaun, para pecinta gowes yang kebetulan membaca artikel ini. Bahwa semangat untuk menggelorakan dan mendorong masyarakat Jogjakarta khususnya, untuk (kembali) bersepeda dalam mendukung aktifitas sehari-hari sudah diluncurkan Ngerso Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) X dan Walikota Jogja (waktu itu) Herry Zudianto melalui gerakan sego segawe.

Tidak berlebihan kiranya momen bersejarah yang berlangsung sembilan tahun yang lalu tersebut. Jogja memang tidak bisa dilepaskan begitu saja dari sejarah sepeda onthel. Pada masa itu, ketika sepeda motor dan moda transportasi modern lainnya belum begitu banyak, sepeda menjadi salah satu moda transportasi yang banyak digunakan masyarakat Jogjakarta. Selain tentunya angkutan berbasis tradisional lainnya seperti becak dan andong.

Peluncuran sego segawe waktu itu disambut positif masyarakat Jogja. Komunitas pecinta sepeda pun bermunculan dengan aktifitasnya masing-masing. Pemerintah Kota Jogja melalui dinas terkait memfasilitasi para penggowes dengan memberikan ruang di jalan raya sehingga mereka nyaman tidak terganggu oleh para pengguna jalan yang lain. Beberapa fasilitas yang dibangun misalnya membangun jalur khusus sepeda disebelah kiri jalan dengan memberikan garis kuning dan gambar sepeda di beberapa titik yang menandakan bahwa itu merupakan jalur sepeda. Selain itu, untuk memudahkan akses untuk menuju suatu lokasi, dibuat papan penunjuk arah sebagai jalur alternatif. Jalur sepeda tidak harus melalui jalan raya tetapi dibuatkan jalur alternatif melalui jalan perkampungan atau lingkungan perumahan warga. 

sumber: kratonpedia.com


Tidak cukup pembuatan jalur khusus dan penunjuk arah alternatif, agar sepeda aman ketika diparkir disuatu tempat maka fasilitas tempat parkir sepeda beserta fasilitas keamanannya juga disiapkan di beberapa lokasi, semisal halte bis kota.

Gerakan Sego Segawe memang tidak bertujuan untuk kembali ke masa lalu dan menjadikan Jogja sebagai kota sepeda sehingga mewajibkan semua warganya untuk kembali menggunakan sepeda untuk kegiatan sehari-hari. Lebih dari itu, sego segawe lebih merupakan gerakan moral bersama untuk membawa Jogja menjadi kota yang humanis. 

Kita semua sepakat kiranya bahwa sepeda menjadi moda transportasi alternatif jarak dekat yang menyehatkan, ekonomis dan yang pasti ramah lingkungan. Orang yang bersepeda itu tidak identik dengan wong cilik, orang yang tidak punya, namun justru menunjukkan bahwa nilai bersepeda itu sebagai peradaban modern. Dalam peradaban modern tentunya kita semua sepakat untuk tidak akan menghabiskan sumber daya alam yang ada saat ini untuk dieksploitasi secara berlebihan, tanpa mempertimbangkan bahwa masih ada generasi berikutnya.

Bulan Oktober, 9 tahun setelah sego segawe diluncurkan.....

Semangat sego segawe mulai menurun, kalau tidak boleh disebut hilang sama sekali, dijalanan Jogja sudah jarang kita temui para penggowes yang dengan setia mengayuh sepeda untuk aktifitas keseharian. Memang masih ada sih komunitas penggowes yang aktif, tetapi sepertinya tidak seperti yang diharapkan dalam semangat sego segawe. Komunitas yang ada lebih aktif kegiatan sabtu-minggu untuk berolah raga, nostalgia sepeda lawas, sekedar keliling kota Jogja atau yang paling menantang adalah menyusuri jalur Jogja-Kaliurang seperti yang beberapa kali penulis lakukan. Tetapi  memang, kegiatan yang diinisiasi sendiri oleh masyarakat seperti ini justru yang akan tetap eksis dan tetap menjaga marwah Jogja sebagai kota yang pernah berjaya sebagai kota sepeda.

Untuk kembali memompa semangat masyarakat untuk kembali bersepeda pada tanggal 22 Oktober yang lalu diadakan kegiatan kirab Jogja Republik Onthel (JRO). 

Dikutip dari KRjogja.com berikut harapan Wagub D.I. Yogyakarta, Paku Alam X pada acara tersebut :

Wakil Gubernur DIY Sri Paduka Paku Alam X mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengembalikan Yogyakarta sebagai Kota Sepeda.
Cara yang bisa dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang diinisiasi oleh masyarakat sendiri. 

"Harapan saya kegiatan-kegiatan yang ada di Yogyakarta inisiatif dan diinisiasi oleh warga dan pemerintah selanjutnya memberikan dukungan," kata Paku Alam X usai mengibaskan bendera start Kirab Jogja Republik Onthel (JRO) di Benteng Vrederburg Yogyakarta, Minggu (22/10/2017). 

Wagub Paku Alam X yang melihat JRO sebagai inisiatif dan diinisiasi oleh warga sebagai keingian dan kebutuhan warga. "Harapannya kegiatan kegiatan di Yogya ini banyak inisiatif dan diinisiasi oleh warga sendiri. Kenapa ? Karena mereka lah yang tahu kebutuhan dan keinginannya," kata Paku Alam X. 

Peserta Jogja Republik Onthel 2017 melintas di Tugu Yogyakarta | krjogja.com

Mantan Walikota Yogyakarta yang juga penggagas Sego Segawe Heri Zudianto memberikan apresiasi kepada JRO 2017 yang merupakan inisiatif dari komunitas sepeda yang ada di Yogyakarta. Bahkan dari segi pendanaan juga diusahakan sendiri. "Yang datang ribuan orang dari berbagai daerah di Indonesia, bayangkan ekonomi di Yogyakarta yang digerakan oleh acara seperti ini, minimal mereka makan tiga kali sehari," ujar Hery Zudianto. Artinya bahwa acara ini selain memberikan suntikan spirit bagi para penggemar sepeda yang ada di Jogja, sekaligus memberikan dampak yang positif untuk perekonomian Jogjakarta.

"Acara ini kami selenggarakan karena ingin bersepeda menjadi bagian keseharian masyarakat, bukan hanya Yogya tapi Indonesia. Sakit itu mahal, sehat itu murah dan bisa dilakukan dengan bersepeda," (Muntowil - Presiden JRO 2017)

yuk mari nggowes mumpung weekend 

kring...... kriiing....... gowes gowes.......... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline