Lihat ke Halaman Asli

Samar

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu hanya sebuah cerita yang belum tuntas aku baca sebab hujan sudah terlebih dahulu meluntur hapuskan kesebagian.

Malam belum begitu larut, aku putuskan untuk mampir ke taman kompleks perumahan. Taman yang letaknya hanya beberapa meter saja dari rumah ku. Sekedar mencari angin setelah seharian berkutat dengan lembaran-lembaran kertas penuh angka dan komputer dikantor. Aku memilih bangku paling sudut di bawah pohon akasia, tempat favoritku. Dari sini aku bisa melihat langit malam tanpa terhalang oleh pohon cemara yang mendominasi di taman ini. Di langit ku lihat bulan melingkar sempurna.

Angin berhembus lemah saat seseorang dengan agak tergesa-gesa duduk di sebelahku. Seorang lelaki nampak meniup-niup pelan lengannya dengan celana jeans yang tergulung sampai lutut. Samar ku lihat sedikit luka baret disana. Lelaki tersebut menoleh lalu tersenyum ke arah ku.

“kenapa mas ?” tanya ku berbasa-basi. Malas sebenarnya untuk bertanya, sebab pikiran ku masih mumet dengan deadline pekerjaan. Dan mengapa juga lelaki ini harus duduk di sebelah ku, padahal masih banyak bangku taman yang kosong. Taman ini hanya penuh di waktu pagi atau menjelang sore oleh anak-anak yang bermain, remaja yang bertemu janji atau sekedar kumpul-kumpul ngobrol.

“jatuh, keserempet mobil di ujung jalan sana. Biasalah laki-laki” jawabnya dengan sedikit menoleh ke arahku lalu meniup-niup pelan lengannya lagi. luka di lututnya mengeluarkan darah. Kasihan juga aku melihatnya.

“rumah saya dekat dari sini, mau saya ambilkan obat merah?”

“terima kasih” dia menjawab dengan tersenyum, kemudian meringis sambil menyelonjorkan kakinya. Ternyata luka di lututnya sedikit parah. Aku beranjak dari bangku.

“sebentar, saya ambil obat merah dulu dirumah. Itu lututnya parah banget” kataku lalu bergegas menuju rumah. Samar aku dengar dia menjawab ‘tak usah repot-repot’.

***

Dulu aku pernah berpikir bahwa cinta dari seorang kekasih tak pernah di ciptakan Tuhan sebagai bagian dilembaran hidupku. Ternyata aku salah, Tuhan hanya sedikit menunda untuk memberikannya untukku. Leo nama lelaki itu, lelaki yang tiba-tiba duduk di sebelahku malam itu di bangku taman, orang yang mengatakan bahwa jatuh dan keserempet adalah hal yang wajar untuk laki-laki, lelaki yang kini menjadi pengisi hatiku, lelaki yang Tuhan berikan untukku meski harus menunggu lama.

“jadi kamu sudah punya cowok san?” tanya welas siang itu di kantin kantor. Aku hanya tersenyum tak menjawab.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline