Kalau anda mencari tahu knp akreditasi di dunia pendidikan hrs dilakukan di Indonesia, tentu tdk perlu diteruskan membaca tulisan ini. Krn ini hanya opini dan hemat penulis yg jauh dr masalah2 entertain dan upaya utk komersialisasi dan salah satu alasan akreditasi adalah utk penyamaan kalau tdk menseragamkan dgn maksud akhir adalah menjaga mutu pendidikan.
Melihat mutu pendidikan umumnya (dianggap cukud dgn melacak lulusan satu perguruan tinggi, dimana dan bagaimana mrk bekerja setelah jd alumni. Mgkn itu saja tdk cukup krn akreditasi mementingkan juga darimana mahasiswa berasal dan bagaimana mrk bisa diterima di perguruan tinggi tersebut adalah juga sangat penting. Input menentukan output dan bukan hanya cara mengolahnya saja. Tapi kalau output yg dihasilkan bisa lebih baik drpd input bukankah sangat luar biasa? , krn obyeknya adalah manusia hidup yg bisa berubah. Namun sdh lama juga diketahui masyarakat bhw nilai sekolah dan segala tetek bengeknya itu mmg ada pengaruhnya tp tdk signifikan dgn jenis atau cara alumninya bekerja setelah kuliah. Komponen ketaatan dan perjuangan serta kejujuran adalah lebih menentukan drpd seabrek mata kuliah yg diberikan juga praktikum dr semua mata kuliah tersebut. Bahkan pengalaman dikatakan sbg guru yg paling baik bagi muridnya. Kecenderungan membuat standarisasi pendidikan atau nilai tertentu yg hrs dipenuhi utk bisa melanjutkan ke pendidikan yg lebih tinggi, telah berhasil menggagalkan hidup bbrp siswa/mahasiswa yg tdk siap utk itu, padahal perjalanan akhir dr hidup siswa/mahasiswa tsb tdk ada yg tahu? Pendidikan adalah utk meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat, maka lihatlah banyak oligarkie yg berantakan sekolahnya tp mujur nasibnya. Sebaliknya Einstein menjadi ilmuwan terkenal juga berangkat sbg siswa pemalas yg tdk pintar? Kalau Einstein kecil hidup di jaman seperti sekarang ini, mgkin dia tdk akan pernah menjadi ilmuwan terkemuka, krn sdh digagalkan di awal atau dgn kata lain mati sebelum berkembang. Dulu kita membagi mrk menjadi anak2 ipa, ips dan bahasa utk tdk mengatakan mrk pintar, bodoh dan bodoh sekali. Ternyata kita juga salah krn peminatan sosial dan bahasa ternyata bukan utk mengatakan mrk pintar dan bodoh. Nah apa bedanya dgn akreditasi skrg ini yg walaupun obyeknya adalah kurikulum dan teman2nya, tp pengajar dan yg diajar adalah manusia yg sdh diberi kecukupan intelegensia utk bekal hidupnya di dunia dan bahkan akhirat. Akreditasi lebih banyak krn ikut2an dan bernuansa bisnis, krn spt amdal yg per 5 tahun perlu diperpanjang kalau usaha mau diteruskan utk 5 tahun ke depan. Sdh ada yg menghitung bhw pekerjaan BANPT yg namanya akreditasi ini akan ada terus dgn kata lain akan berlanjut terus krn semua yg sdh di akreditasi juga hrs akreditasi ulang setiap periode. Jadi apakah artinya Unggul dan sebagainya itu? krn setelah beberapa tahun orang2 di perguruan tinggi tsb mulai berganti? Maka juga perlu diperhatikan agar bbrp alumni yg sdh dikader sbg asisten dpt diterima sbg dosen di perguruan tinggi yg bersangkutan adalah cukup penting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H