Kalau mhsw dibekali sejumlah uang utk belajar jauh di kota selama sebulan itu sdh semestinya begitu. Uang itu utk hidup, bayar kost, makan minum dan sebagainya. Bila saja mhsw tsb boros, mk dia hrs meminta kiriman tambahan atau meminjam dulu kpd siapa saja dan itu akan berlanjut pd bulan2 berikutnya (atau cari pinjaman online). Analogi dgn itu maka konsistensi penggunaan sda spt baru bara sangat diperlukan utk menjaga kestabilan produksi yg biasa disebut dgn kelestarian atau sustainable. Ketaatan utk berhemat bukanlah kata yg menarik bagi para pengusaha di Indonesia, lihat saja mrk berupaya utk menghabiskan sda tsb dalam waktu singkat dgn banyak alasan salah satunya adanya temuan cadangan baru. Itulah yg jd penyebab mengapa banyak usaha baru dibuka, tetapi cepat juga berakhir/tutup. Pada produksi kayu yg terkategori sda dapat pulih saja, kerakusan pengusaha dan penguasa telah merubahnya menjadi sda tdk dapat pulih. Dampaknya hampir semua industri berbasis hutan/kayu ini mengalami sunset dan cenderung gulung tikar. Tidak salah kalau orang menyamakannya dgn usaha eksploitasi ekstraktif spt batubara itu, sementara hutan tanaman kehutanan disalib oleh perkebunan sawit. Keunggulan sawit scr ekonomi telah menggoyahkan para rimbawan utk menjaga hutan tropis yg juga bernilai tinggi dr sisi keanekaragaman hayati dan estetikanya, karena msh sebagian besarnya bersifat intangible benefit. Yg dpt menghasilkan uang dgn mudah tdk mudah mengelolanya yg endingnya justru kerusakan dan kehancuran sumberdaya alam itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H