Sudah terbukti bhw kebakaran hutan selalu terjadi di musim2 kemarau yg kering dan kerontang. Sdh juga terbukti bhw keberadaan pengelola di lapangan lebih banyak bisa menyelamatkan areal hutan atau tanamannya. Karena keberhasilan mencegah kebakaran besar adalah akumulasi dr keberhasilan memadamkan api kecil sebelumnya
Dan sdh bisa juga diprediksi bhw areal kebun sawit lebih sedikit terbakar drpd hutan alam. Itu semua karena investasi yg dilakukan di kebun sawit jauh lebih besar drpd di hutan (alam ataupun tanaman). Jd mencegah hutan alam spy tdk terbakar adalah bagaimana dan mengapa satu areal hutan dikelola. Keberadaan pengelola sangat menentukan antisipasi suatu kebakaran hutan, krn memadamkan api adalah pekerjaan kontroversial yg berarti juga ada banyak cara untuk mencegah api menyala.
Kalau hr ini dan besok ada perbincangan ttg evaluasi aturan ekspor sawit yg dikaitkan dgn degradasi dan deforestasi hutan alam, maka sangatlah terasa bhw HCV yg menjadi tanggung jawab sawit (krn mmg di dalam kawasan mrk) adalah terlalu kecil. Seharusnya ijin mengelola sawit hrs ditambahkan dgn menjaga hutan alam disekitarnya dr bahaya kebakaran ataupun yg lainnya. Hal itu sekaligus juga menunjukkan bhw hutan alam kita masih tdk berpengelola, kalau ada pengelolanya spt hph atau sdh menjadi kph arealnya yang masih terlalu besar utk kemungkinannya si jago merah menyala dimana saja. Areal hutan alam dibbrp tempat msh cukup luas, jd jgn terlalu khawatir dgn statemen hutan kita bersawit. Tapi kalau dibiarkan tdk bertuan spt sekarang bisa jd hutan alam akan habis terbakar dan sebagian besar sawit akan bertahan.
Padahal teorinya mengatakan bhw hutan alam lebih tahan thdp api daripada hutan buatan/tanaman
Harusnya kehutanan tdk hanya bergabung dgn lingkungan hidup saja, tetapi sekalian dgn perkebunan dan sumber daya alam lainnya, khususnya yg berada di bawah tanah hutan. Dgn bgt akan bisa dihitung berapa kemampuan (daya dukung) hutan alam dgn adanya pengalihan fungsi menjadi perkebunan sawit ataupun yg lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H