Lihat ke Halaman Asli

Kesempurnaan di Balik Ketidaksempurnaan

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1375450073398911221

Tulisan ini merupakan refleksi atas pengalaman saya saat mengikuti kegiatan pelayanan sosial atau ekskursi yang diadakan SMA Loyola di Panti Asuhan Cacat Ganda Bhakti Asih Semarang.

Di tengah keramaian dan hiruk pikuk lalu lintas, terdapat sebuah panti asuhan penyandang cacat ganda yang bertempat di Jl.Dr.Ismangil No.18 Bongsari, Semarang. Hari pun sudah menjelang siang dan matahari semakin terik tatkala menginjakkan kaki di sebuah panti anak cacat ganda. Pemandangan yang tampak di hadapan saya tidaklah seperti apa yang terbayangkan di dalam benakku, hanya ada satu kata yang mungkin mampu menggambarkan situasi yang ada di tempat tersebut yakni memprihatinkan. Seketika itu pula, saya menghadapi langsung kenyataan bahwa masih banyak saudara-saudari kita yang sangat membutuhkan uluran kasih dan cinta. Di sisi yang lain, saya sangat tersentuh ketika mendapat sambutan yang ramah dari pihak tuan rumah, hal itu menyiratkan bahwa mereka hidup dalam kesederhanaan dan kerendahan hati. Dalam hati kecil pun saya bertekad selama berada di sana entah bagaimanapun caranya, saya berharap setidaknya mampu meringankan kerinduan mereka akan kasih dan perhatian, mengingat aktivitas keseharian penderita cacat ganda tidak pernah lepas dari peran pengasuh untuk makan, mandi, berganti pakaian, dan lain-lain. Dapat dikatakan bahwa tanpa sang pengasuh mereka hanyalah seseorang yang tidak dapat berbuat apa-apa. Maka dengan sendirinya, interaksi yang terjalin dengan mereka pun semakin intensif. Dengan chemistry yang sudah semakin kental dengan anak-anak tersebut, saya pun berinisiatif menanyakan kepada pengasuh seperti apakah latar belakang ataupun sebab mereka berada di panti tersebut. Ternyata sebagian besar penghuni panti asuhan cacat ganda ganda ini adalah anak-anak yang mohon maaf "ditinggalkan" begitu saja karena terlahir dalam keadaan cacat ataupun karena menjadi anak hasil dari pergaulan bebas kedua orangtuanya. Cukup miris mendapati fakta bahwa mereka adalah anak-anak yang semenjak dilahirkan dan selama proses perkembangan dalam hidupnya seolah tidak diharapkan di dunia ini.

1375449815223526562

Adapun kisah yang paling mampu menyentuh perasaan saya adalah saat saya menghabiskan waktu dengan berbagi cerita dengan para pengasuh tentang seorang bayi bernama Ridho. Selama proses itu, terkuaklah fakta bahwa ia merupakan seorang bayi tuna netra (yang sebelumnya saya tidak mengetahuinya). Karena sebab itulah dia ditinggalkan kedua orangtuanya. Ketika melihat sosok Ridho sebagai bayi yang lucu dan menggemaskan, hati saya pun semakin terenyuh begitu mengetahui dirinya ditemukan dalam sebuah kardus tanpa dilengkapi perlengkapan apapun. Sungguh hal itu, menurut saya sangat tidak mencerminkan sifat manusiawi dan moralitas yang baik oleh pelakunya. Dengan mendengarkan berbagai kisah-kisah yang dituturkan pengasuh di Panti Bhakti Asih, saya merasa ditegur dengan sangat keras. Semua masalah yang pernah saya hadapi terasa sangat kecil dibandingkan dengan anak-anak di panti ini. Terkadang saya pernah merasa sulit tersenyum dalam segala kemudahan yang saya dapatkan, namun pengalaman hidup bersama anak-anak ini sungguh membuka mata hati saya. Mereka sangat luar biasa karena mampu tersenyum dalam kesulitan dan masa depan yang dapat dikatakan (mohon maaf) masih sangat tidak jelas. Khususnya bagi Ridho, dia masih merupakan bayi yang polos dan belum mengetahui apapun dari dunia ini terlebih dengan kondisinya yang buta. Aku tidak tega ketika melihat tatapannya yang kosong dan tidak mengerti siapa yang sedang berinteraksi dengannya. Memiliki peran sebagai seorang pengasuh dalam kurun waktu 3 hari, selama di sana saya memperoleh pelajaran moral terutama hal yang menyangkut perasaan manusia seperti kesabaran dan cinta kasih. Selain itu, pentingnya mensyukuri segala karunia Tuhan atas diri kita merupakan hal yang tidak terpisahkan. Kita seharusnya lebih bersyukur dengan kesempurnaan tubuh, jiwa dan roh yang Tuhan berikan. Di sana aku juga memetik pelajaran dan menemukan adanya sebuah kesempurnaan dibalik ketidaksempurnaan yaitu kesempurnaan hati dibalik tubuh yang tidak sempurna dari saudara-saudari kita di Panti Bhakti Asih, Semarang. Mereka hidup dalam keterbatasan fisik dan mental..namun mereka tetap bertahan menjalani apa yang ada di dunia ini dan mereka tidak pernah menyerah They life in limitation about physical defect and mental defect, but they're keep struggle about them life in this world and they'll never surrender.. Semoga pengalaman yang telah saya bagikan ini mampu mengetuk hati dan menjadi pelecut semangat bagi kita semua untuk semakin sering bersyukur atas kehidupan ini. Ad Maiorem Dei Gloriam Salam Kompasianer, Chandra Kurniarta Budiono (Keluarga Eks Kolese Loyola 61)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline