Lihat ke Halaman Asli

Chandra Budiarso

Penulis Iseng

Anggun, Beasiswa, dan Masalah Kita

Diperbarui: 12 Juni 2021   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anggun. (Pic: instagram @helloanggun)

Hari ini Twitter diramaikan dengan postingan dari sebuah akun twitter. Akun tersebut membagikan kisah Anggun, pelajar asal Indonesia pertama yang bisa lulus dari Minerva. Konon, masuk ke Minerva ini lebih susah daripada masuk ke Harvard.

Namun postingan twitter tersebut menuai berbagai komentar (Kalau tidak mau disebut kontroversi). Alasannya adalah kalimat pembuka twit tersebut yang bertuliskan: "Alasan ekonomi BUKAN penghambat utk meraih mimpi sekolah di luar negeri". Isi tulisan ini kira-kira berlandaskan pertanyaan saya sendiri atas twit tersebut: 'Oh, benarkah?'

Sejak masuk ke dunia pendidikan formal, kita sering sekali disuguhi berbagai cerita luar biasa para pelajar yang berhasil meraih beasiswa ke luar negeri. Tujuannya tentu bagus, agar para pelajar termotivasi untuk mengejar prestasi semaksimal mungkin. Namun dengan pahit saya mengatakan: Hal semacam itu tidak untuk semua orang.

Barangkali ada sedikit cara yang baik untuk menggambarkan opini saya.

Katakanlah ada jatah penerimaan mahasiswa baru di sebuah kampus ternama dengan jatah penerimaan 100 siswa. Jumlah pendaftar adalah 1000 orang. Lalu ketika sudah dilakukan tes masuk dan terpilih 100 orang, apakah 900 lainnya lebih bodoh dan malas? Saya jamin, andaikan dari 1000 orang tersebut sama pintarnya, sama kerja-kerasnya, sama uletnya, dan sama tekunnya, mau sampai mati pun tetap hanya 100 orang yang terpilih.

Jika faktor ekonomi bukan penghambat, anggaplah semua orang berekonomi menengah ke bawah memiliki IQ yang sama, sepintar, sepandai, dan se-kerja keras Anggun. Apakah LPDP tiba-tiba akan membiayai semua orang tersebut? Apakah PTN tiba-tiba tidak akan membatasi jatah penerimaan mahasiswa baru? Sama halnya dengan contoh di atas, jatahnya pasti akan tetap sama dan yang gagal akan tetap ada. Jika semua variabel sudah disama-ratakan saja tetap akan ada yang gagal, apalagi dengan keadaan sekarang dimana ketimpangan ada dimana-mana, terutama ekonomi?

Terbayang?

Saya turut bangga dan bahagia dengan pencapaian Anggun, namun menyederhanakan bahwa ekonomi bukan penghambat untuk meraih mimpi sekolah di luar negeri juga tidaklah bijak. Ujung-ujungnya, yang dijadikan kambing hitam adalah kerja keras seseorang. 

'Jika kamu tidak sekolah keluar negeri dengan alasan ekonomi, maka kamu malas'. Pernyataan yang mengesampingkan ekonomi sebagai salah satu faktor kesuksesan seseorang dan menitikberatkan semuanya kepada faktor kerja keras sangat menyederhanakan permasalahan.

Setiap orang mulai dari titik yang berbeda dan oleh karenanya, akan selesai di titik yang berbeda pula. Barangkali memang ada segelintir orang yang memulai dari titik yang lebih rendah dan selesai di titik yang lebih tinggi, namun kebanyakan tidak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline