Bila melihat rangkaian peristiwa yang terjadi belakangan ini, Anies memang sedang sedikit tertekan. Beliau dianggap tidak tegas dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19 karena membiarkan kerumunan massa saat penyambutan (Imam Besar) Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab pada 10 November lalu, sampai-sampai beliau dipanggil oleh Polda Metro Jaya.
Belum selesai disana, Pemerintah Pusat lewat Menkopolhukam Mahfud MD juga menyayangkan sikap Anies Baswedan yang seolah membiarkan kemungkinan terjadinya kerumuman pada acara pernikahan Putri Habib Rizieq Shihab.
Selain itu, belum lama ini juga terbit Instruksi Mendagri nomor 6 tahun 2020 tentang penegakan protokol kesehatan, yang salah satu poinnya adalah sanksi pemberhentian bagi Kepala Daerah yang dinilai lalai dalam menjalankan tugasnya. Media ramai-ramai menyebut bahwa Anies bisa saja dicopot sebagai Kepala Daerah.
Sebagai seorang politisi, Anies tentu tak bisa tinggal diam ketika serangkaian peristiwa tersebut menimpanya. Ia harus segera mengembalikan citra, atau setidaknya merespon dan memberi klarifikasi.
Seorang politisi wajib memiliki kemampuan komunikasi publik yang mempuni, dan dalam hal ini, (Terlepas dari suka atau tidak) Anies Baswedan adalah juaranya. Sejak pertama kali mulai dikenal publik, Anies membuat kagum banyak orang dengan orasi-orasinya. Perihal komunikasi juga menjadi senjata beliau ketika berhadapan dengan Gubernur Ahok pada 2017 lalu. Hasilnya, beliau melenggang ke Balai Kota.
Kali ini, Anies kembali menunjukan kemampuannya dalam hal komunikasi, namun dengan cara yang jauh lebih elegan.
Pagi ini (Minggu 21/11), Anies menyapa masyarakat Indonesia lewat akun sosial media miliknya.
"Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi." begitu ucapnya lewat akun twitter dan instagram. Yang menarik, beliau menyertakan foto sedang duduk santai sambil membaca buku: How Democracies Die karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Sekilas memang tak ada yang istimewa. Namun perlu diingat, ini adalah Anies Baswedan -seorang politisi.
Didalam era digital, sosial media umum dimanfaatkan oleh para politisi. Presiden Amerika Donald Trump, misalnya, selalu menggunakan akun twitter miliknya untuk menyampaikan berbagai informasi kepada publik dan kebijakan (juga ngomel-ngomel terhadap hasil pilpres lalu). Tidak seperti kebanyakan orang yang memanfaatkan sosial media untuk kesenangan pribadi, para politisi menggunakan sosial media untuk melakukan komunikasi publik dan menciptakan persepsi masyarakat terhadap dirinya (atau gampangnya, PENCITRAAN).
Tidak, pencitraan tidaklah buruk. Itu memang kemampuan dasar yang perlu dimiliki oleh seorang politisi.