Dulu, semasa masih sekolah aku termasuk murid yang langganan kena razia potong rambut secara paksa. Itu terjadi, biasanya, setelah aku lolos satu atau dua kali razia. Dan akhirnya akan menyerah dicukur paksa dengan cara asal dan buruk hasilnya.
Setelah mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan itu, lantas aku tidak masuk sekolah selama beberapa hari. Dan saat masuk, wali kelas akan bertanya, kenapa gak masuk sekolah tanpa ijin beberapa hari. Dengan santai aku akan jawab, "males sekolah karena rambut dipotong paksa dan buruk hasilnya!" Wali kelas pun diam.
Dan setelah lulus sekolah (SMA) aku berkesempatan memanjangkan rambut. Bahkan rekor terpanjang rambutku pernah tergerai hingga sepantat hehe....
Sebagai manusia, aku memanjangkan rambut bukan tanpa alasan. Aku suka mencari dasar dalam melakukan sesuatu. Misal, saat itu aku mencari dari riwayat Nabi Muhammad SAW, bagaimana rambut sang Rasul itu pada zamannya.
Pada beberapa literatur aku menemukan bahwa pada masa itu rambut beliau juga panjang. Atau, ada yang menyebut, Nabi ketika melihat anak muda berambut panjang namun berantakan, beliau memalingkan wajah.
Dan ketika keesokan harinya melihat anak muda yang berambut panjang itu tampak rapi, beliau menyapanya. Dan aku berkesimpulan, bahwa tolok ukurnya bukan pada panjang atau pendeknya, tapi lebih pada kerapian dan enak dipandangnya.
Lalu, sekian puluh tahun aku pun memanjangkan rambutku. Aku merasa bebas mengekspresikan diri dengan rambut panjang itu. Dan, aku pun berkeyakinan, tidak ada yang kulanggar.
Tentang kedisiplinan, itu soal lain. Pastinya, untuk menjaga kelangsungan memanjangkan rambut, aku berusaha tidak melanggar norma, bahkan hukum positif.
Pada kasus lain, aku sempat berkeinginan membuat tatto di bagian tubuhku. Aku pun mencari dasar sebagai referensi. Alhasil, jelas banyak aturan yang melarangnyanya.
Dan aku pun urung untuk membuat tatto. Dan, belakangan aku banyak menemukan kenyataan teman-teman yang bertato itu menyesal dan berusaha menghapus, tapi tidak mudah prosesnya.