Di berbagai tempat di seluruh negeri, kini hampir tak ada ruang yang tidak dikotori oleh poster, baliho, banner dan gambar caleg dan capres dengan berbagai slogan serta ekspresi muka yang sejujurnya tak enak dipandang. Ditambah lagi bendera partai pun tak kalah ikut mengotori lingkungan. Selain mengotori lingkungan, 'kampanye' itu sebenarnya juga telah melanggar aturan.
Namun, kenyamanan kita sebagai warga bangsa terpaksa harus dikesampingkan dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu yang mengeliminir sanksi bagi pencuri start kampanye.
KPU hanya melarang partai politik melakukan kampanye di luar masa kampanye dan memuat unsur ajakan dalam kegiatan sosialisasi dan pendidikan politik. KPU tidak menetapkan sanksi bagi pelanggarnya.
Alasan KPU tidak mengatur sanksi curi start kampanye adalah karena tidak ada mandat dari Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. KPU berpendapat bahwa sanksi hanya bisa diberikan jika ada dasar hukum yang jelas.
Selain itu, KPU juga menyerahkan penindakan pelanggaran kampanye kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Sementara terhadap adanya kemungkinan pelanggaran curi start kampanye, pihak Bawaslu hanya menyampaikan harapan dan himbauan agar tidak melanggarnya.
Permainan istilah kampanye dan sosialisasi menjadi dalih untuk membiarkan adanya pelanggaran penggunaan alat peraga di berbagai ruang publik.
Di satu sisi, pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum dan media sosial, termasuk metode kampanye pemilu kepada umum. Di sisi yang lain, KPU membolehkan sosialisasi internal dengan catatan tidak mengandung ajakan untuk memilih.
Perdebatan soal ini bisa menjadi panjang kali lebar bila diteruskan. Namun, tulisan ini bermaksud mengajak kita semua keluar dari perdebatan, yaitu dengan menawarkan ide.
Solusi Tidak Memasang Identitas Diri Sembarangan