Lihat ke Halaman Asli

Chamim Rosyidi Irsyad

nama pena: Chrirs Admojo

Pentigraf "Anak Metal" Jadi Media Pembelajaran

Diperbarui: 13 September 2023   23:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: Chrirs Admojo

Semula saya siapkan tulisan “Selasan dan Rebo Wekasan” untuk saya posting hari ini. Kemarin, Selasa Legi, 12 September 2023 pukul 11:05 sudah saya save file ini. Tinggal baca ulang dan swaedit. Namun, ada rezeki yang datang tiba-tiba dan tak terduga-duga.

Kawan, tepat pukul 17:11 waktu Makassar, saya menerima chat  WA di ponsel saya. Baru saya buka pada pukul 18:03 setelah turun dari Nurhidayah dan usai menjawab informasi penting dari istri tercinta.

“Abah. Pentigraf abang Jefri dapat sambutan bagus. Bahkan ada guru yg minta izin utk gunakan di kelas. ini WA dan vidionya,” begitu chat Puang Telly D. kepada saya.

“Woww … Masya Allah. Alhamdulillah,” hati saya berguman sambil menggeser layar ponsel. Saya teringat dengan pentigraf “Anak Metal” Puang Telly D. yang dipublikasikan pada 11 September 2023 pukul 03:03 dua hari yang lalu. Ya, dipublikasikan di Grup WA Rumah Virus Literasi yang difounderi oleh Kangmas Dr. Much. Khoiri, dosen Unesa. Tak terasa saya pun menerawang tahun-tahun 1981-an ketika saya diamanahi kelas IV SDN Kranggan II Kota Mojokerto sebagai guru sukwan. Ada peristiwa serupa.

“Salam kenal saudara Telly D. Saya Sutarsih salah satu anggota group WA. Mohon izin apakah saya diperkenankan pentigraf karya Anda sbg bahan media belajar murid saya kelas 11 yg kebetulan materi berikutnya tentang cerpen?” perkenalan Bu Sutarsih dan permintaan izinnya kepada Puang Telly D. diteruskan kepada saya, “Isi pentigraf sangat cocok untuk anak kekinian dan saya berharap nanti anak2 paham buat cerpen bisa dimulai dg buat pentigraf spt karya saudara Telly. Mohon berkenan izin share. Terima kasih,” pungkas Bu Sutarsih mengawali chat dengan Puang Telly D..

Kawan, di tengah-tengah membaca bagian ini, saya menangkap yang sedang dibayangkan oleh Bu Sutarsih saat berkomunikasi via daring dengan Puang Telly D. ketika itu. Rupanya, Bu Sutarsih menyangka Puang Telly D. lelaki muda nan energik lagi nyentrik, gaul, dan metal pula. Namun, ikhtiar Bu Sutarsih dalam merancang menghidupkan pembelajaran dengan mendekatkan hal-hal yang kontekstual dan melalui perjuangan, saya sangat mengapresiasi. Teriring doa semoga orang-orang seinovatif Bu Sutarsih senantiasa dimudahkan dan disukseskan dalam mengemban amanat profesionalnya.

Saya pun baru merespon Puang Telly D. tepat pukul 18:06 dengan “Subhanallah …. Mantapbs …. Semoga menjadi jariyah yang tak pernah diputus oleh-Nya akan nilai-nilai kemanfaatan dan kebaikannya …. Aamiin aamiin ya mujibassa’iliin ….”

“Terima kasih atas izin saudara Telly, pentigraf Anak Metal saya jadikan salah satu media pembelajaran,” ungkap Bu Sutarsih menyertai video pembelajaran yang dikirim kepada Puang Telly D.

Saya membayangkan, perjalanan panjang perjuangan guru menyiapkan pembelajaran yang asyik dan mengasyikkan para siswanya telah ia lakukan. Pembelajaran yang baik dan membaikkan. Teladan guru dipergelarkan kepada para siswanya. Teladan ketika hendak memanfaatkan karya orang lain, ia minta izin. Seadandainya pun para siswanya tidak tahu peristiwa ini, ada teladan mencantumkan nama yang mengcreat karya yang disajikan sebagai contoh untuk motivasi para siswanya. Sebuah pergelaran teater empiris di dalam kelas pembelajaran disuguhkan nan apik.

Kawan, ya … teater empiris. Hal ini pernah saya paparkan dalam Seminar Nasional Pendidikan Seni di FBS Unesa pada Oktober 2011: Teater Empiris: Laboratorium Realitas Kehidupan. Contoh ekstrim dalam bidang lain yang sempat juga saya sajikan saat itu adalah Kelompencapir. Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa. Program besutan Menteri Penerangan RI Harmoko yang melegenda efektif dan sukses pada eranya sebagai teater empiris berskala nasional. Sekenario disiapkan dari membaca realitas kehidupan masyarakat petani dan nelayan. Membaca referensi klasik hingga mutakhir. Mengemas seni budaya lokal, dan seterusnya. Dari pembuatan skenario sudah dilakukan secara kolaboratif. Semua potensi yang bermakna dan bermanfaat dilibatkan. Dalam pergelarannya diperankan oleh masyarakat ujung tombak, lurah, camat, bupati/walikota, gubernur, menteri, hingga presiden sebagai tokoh.  Improvisasi para pemeran dihalalkan.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline