Oleh: Chrirsadmojo
Kisah tentang ketlisutnya sebuah pusaka ini awalnya saya peroleh dari Kang Tain, Dr. Mustain Baladan, M.Pd.I. Damarsi Sidoarjo, pada 11 April 2018. Kang Tain pun mendapatkannya dari Gus Nuh Sepanjang, kilahnya. Nah, sesaat setelah memperoleh kisah ini, bakda magrib hari itu juga sempat saya posting di akun fb saya. Sampai hari ini masih dapat dikunjungi di alamat https://www.facebook.com/chamim.irsyad/posts/10213163038003975.
Kawan, hampir tiga tahun yang lalu saya turut berbagi kisah ini meski sebatas melalui akun fb saya. Kang Mas Jack Parmin Unesa sempat mengomentari postingan ini dengan “Kisah abadi yang takboleh hilang … nilainya, tentunya.”
Sempat saya sambut komentar Kang Mas Jack Parmin ini dengan “Iya ya … jika direnung-renungkan … ada kisah abadi yang terpatri kokoh pada jamak insan di sepanjang zaman …. Ada pula kisah abadi yang perlu diabadikan dengan laku para insan yang telah (dimampukan) memetik keagungan nilainya ….”
Begitu pula komentar Kang Mas Agung Pramujiono, “Sangat mengharukan. Meski berkali-kali pernah membaca kisah ini. Selalu saja tidak kuasa menahan haru.”
Kawan, dua tahun sepuluh bulan kemudian. Ketika saya sempat singgah dan berguru pada artikel Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, M.Si. pada Jumat, 5 Februari 2021 kemarin di portal https://www.uin-malang.ac.id/r/150101/kebersamaan-dalam-menjaga-nilai-nilai-islam.html, saya jadi semakin yakin bahwa kisah ini mengabadi. Teladan inspiratif yang dilakukan oleh sahabat Salman Al-Farisi berenergi untuk mempersuasi generasi kapan saja dan di mana saja untuk dimampukan melakukan hal-hal heroik serupa.
Ketlisutnya Pusaka Tiga Taji sebagaimana pernah saya posting pada fb saya dengan judul “Pusaka Yang Hilang” ijinkanlah saya sajikan lagi yang kisahnya kurang lebih seperti berikut ini.
Siang itu Khalifah Umar bin Khattab sedang duduk di bawah pohon kurma di dekat Masjid Nabawi. Beliau tengah dikelilingi para sahabat beliau. Dari kejauhan datanglah tiga orang pemuda. Dua pemuda di antaranya memegangi seorang pemuda lusuh yang diapit di antara mereka.
Ketika sudah berhadapan dengan Amirul Mukminin, kedua pemuda ini ternyata kakak beradik itu berkata, "Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!" dua pemuda ini pun melanjutkan kata-katanya, "Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini!".
Khalifah Umar segera bangkit dan berkata, "Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau membunuh ayah mereka, wahai Anak Muda?"
Pemuda lusuh itu menunduk sesal dan berkata, "Benar, wahai Amirul Mukminin!"