Sudah menjadi agenda umum bahwa setiap akhir tahun ataupun akhir semester, baik untuk yang masih pelajar ataupun mahasiwa, bahwa diadakannya liburan . Karena kesempatan itulah, pada akhir tahun 2018 lalu yang mana merupakan salah satu pengalaman pendakian saya yang tak terlupakan . Mengingat saya mendaki dalam keadaan datang bulan dan mengalami kejadian seru. Saat itu saya bersama teman-teman pendaki merencanakan untuk mendaki Gunung Argopuro . Dimana gunung ini memiliki keistimewaan , yaitu "Track" atau jalur pendakian terpanjang se-pulau Jawa yakni 45 kilometer . Dan juga secara administratif, Gunung Argopuro masuk dalam kawasan Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Situbondo. Hal ini menyebabkan 3 puncak Gunung Argopuro , yaitu puncak Rengganis (2.980 Mdpl) , Puncak Archa, dan Puncak tertingginya Puncak Argopuro (3.088 Mdpl) terletak di Kabupaten yang berbeda-beda . Selain terkenal karena kedua hal tersebut, Argopuro juga menyimpan legenda Dewi Rengganis bersama enam dayangnya .
Kami yang hanya beranggotakan tujuh orang yang terdiri dari 5 laki-laki dan 2 perempuan, berangkat dari Jember sehari sebelum pendakian menggunakan mobil menuju basecamp . Gunung Argopuro sendiri memiliki dua jalur pendakian yaitu via Baderan dimana kami menggunakan jalur ini, dan via Bremi. Jalur Bremi berada di sisi barat Argopuro, sedangkan Jalur Baderan berada di sisi timur. Biasanya pendakian Argopuro dihabiskan dengan melewati kedua jalur tersebut. Artinya start dan finish pendakian melalui kedua jalur. Jalur Baderan terletak di Kabupaten Situbondo, sedangkan Jalur Bremi terletak di Kabupaten Probolinggo.
Untuk menuju pos pertama yaitu Pos Mata Air , kami menempuhnya menggunakan ojek namun hanya sampai pintu masuk hutan. Agar lebih menghemat waktu dan mengurangi penderitaan . Karena dari basecamp menuju pos Mata Air sangat jauh sekitar 8 km. Bisa-bisa kami menempuh lebih dari 4 hari perjalanan , apabila berjalan kaki dari basecamp . Tarif ojek dari 50.000 yang hanya sampai pintu masuk hutan hingga sampai 150.000 untuk sampai ke Cikasur .
Jalur pendakian Gunung Argopuro berupa tanjakan menyusuri punggung bukit , landai , menanjak hingga memasuki hutan dan kami menemukan papan nama yang bertuliskan "Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang" . Perjalanan dilanjutkan dengan trek yang becek dan menanjak mengingat saat itu masih musim hujan . Hingga sampailah kami di pos Mata Air . Di pos ini terdapat sungai dibawahnya, dimana bisa digunakan untuk para pendaki mengisi perbekalan air .
Setelah melanjutkan perjalanan menyusuri hutan, kami mulai dimanjakan dengan pemandangan padang savana yang pertama . Lepas itu, sepanjang jalan yang kami susuri memiliki pemandangan yang sama hingga memasuki hutan kembali . Padang Savana di Gunung Argopuro sendiri termasuk terpanjang dan terindah se-pulau Jawa . Yang paling indah adalah ketika menuju pos selanjutnya yaitu Cikasur, habis melewati punggungan bukit dan sungai , terlihat kembali savana yang membentang luas . Seakan ingin merebahkan diri di padang savana itu. Kami menghabiskan waktu bersurvival dan mendirikan tenda semalam disini, dengan memanfaatkan air sungai untuk minum . Dan mencari tumbuhan air dimasak . Pada malam harinya ketika kami sudah tertidur , tenda kami sempat diganggu "Bagas" atau babi ganas . Mengingat kawasan Gunung Argopuro sendiri masih habitat hewan liar yang masih terjaga .
Di balik keindahan Kawasan Cikasur berupa savana seluas tiga kali lapangan sepakbola ini, dulu adalah landasan pesawat pada masa kolonial Belanda. Buktinya adalah ditemukan sebuah ganset yang bertuliskan tahun 1912. Konon, Belanda membuat landasan udara disitu karena ingin memanfaatkan sumber mineral yang tersimpan di Gunung Argopuro. Dan yang membangun landasan tersebut ialah para pribumi. Hingga pada suatu hari para pekerja disuruh untuk menggali lubang, dan mereka dibantai satu per satu lalu dikuburkan dalam lubang yang telah mereka gali sendiri. Kawasan Cikasur itu pun disebut sebagai 'lembah pembantaian'.
Esok harinya kami melanjutkan pendakian menuju Cisentor lalu ke Rawa Embik . Seperti hari sebelumnya kami melewati padang savana, sungai dan trek naik turun. Namun terdapat pemandangan baru yang kami lewati yaitu berupa padang bunga edelweiss . Ketika kami hendak melanjutkan perjalanan, hujan mulai mengguyur kami dan pendaki lainnya. Dengan menggunakan jas hujan kami melanjutkan perjalanan menuju daerah puncak . Alhasil , kami mendirikan tenda dalam keadaan basah dan situasi menunjukan bahwa akan berganti malam . Jadi kami merasakan dingin bukan main .
Pagi harinya kami menanjak puncak Rengganis menggunakan sandal, karena sepatu kami semua basah . Treknya menanjak namun tidak terlalu tinggi dan hanya menempuh waktu 15 menit . Namun ternyata, membuat sandal rekan yang saya pinjam putus . Puncak Rengganis berupa batuan kapur dan berbau belerang . Memiliki kawah mati yang dinamakan Kawah Sijeding. Di dalam kawah tersebut terdapat tembok reruntuhan yang mengarah pada peninggalan masa Kerajaan Hindu-Budha. Inilah yang menjadi latar belakang kisah Dewi Rengganis di Gunung Argopuro.