Lihat ke Halaman Asli

Internalisasi Nilai-nilai Pesantren dalam Budaya

Diperbarui: 6 Juni 2020   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada artikel kali ini, saya akan melanjutkan beberapa penjelasan dari artikel kemarin, yakni tentang "Internalisasi Nilai-nilai Pesantren dalam Budaya".

A. Pengertian Nilai-nilai Budaya Pesantren

Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup atau menghindari suatu tindakan mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas, menurut Rocherd and Bardz. Nilai juga dapat diartikan suatu konsep mengenai sesuatu yang dianggap penting atas keberadaannya. Nilai merupakan sesuatu kepercayaan terhadap segala tindakan seseorangatau sekelompok orang, baik itu yang disukai atau tidak, baik berkaitan dengan hasil atau tujuan maupun  cara untuk pencapaiannya. Maka dari itu, terkandung dalam pemikiran dan tindakan seseorang yang dianggap baik, benar, atau diperbolehkan.

Dalam pesantren, nilai-nilai diwujudkan berdasarkan sumber, yakni Al-Qur'an, hadits, dan ijtima'. Pemahaman terhadap beberapa sumber tersebut, kemudian memunculkan suatu disiplin ilmu, yakni tauhid, fiqh, dan tasawuf. Aspek dari disiplin ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf mengakar pada cultur pesantren selanjutnya yang berupa nilai yang biasa dikenal dengan Ahlussunnah Wal Jama'ah.

Sikap tawazun, tasamuh, moderat, dan 'adl merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam Ahlussunnah Wal Jama'ah. Ahlussunnah Wal Jama'ah ini merupakan suatu sistem nilai yang dikenal oleh sebagian besar orang yang dapat mengubah pola fikir dan tindakan seseorang, baik dalam interaksi internal maupun eksternal pesantren.

Selanjutnya, secara etimologi kata Budaya berasal dari bahasa sansekerta yakni buddaya yang merupakan bentuk jama' dari kata buddi yang artinya akal. Oleh karena itu, budaya dapat diartikan sebagai sesuatu yang berkenaan dengan akal. Kebudayaan memiliki paling sedikit 3 wujud, yakni diantaranya:

  1. Wujud kebudayaan suatu kompleks dari suatu ide-ide, pesan, norma, nilai-nilai, dan lainnya.
  2. Wujud kebidayaan suatu kompleks dari aktivitas, tindakan dari manusia.
  3. Wujud kebudayaan benda-benda hasil dari pemikiran manusia.

B. Proses Internalisasi Nilai Pesantren

Nilai pesantren ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:

1. Akhlak karimah

Dalam pesantren memiliki tujuan untuk menjadikan santri memiliki akhlak karimah, etika yang baik, dan menjadikan akhlak karimah sebagai tolak ukur untuk kelulusan santri di pesantren.

2. Ibadah amaliyah

Ibadah amaliyah di pesantren mendisiplinkan santri untuk melaksanakan sholat fardhu secara berjamaah. Ibadah amaliyah di pesantren juga dijadikan sebagai ujian akhir santri, seperti praktik menjadi imam, doa", dan amalan ibadah fardhu lainnya juga amalan sunnah.

3. Bacaan Al-Qur'an

Di pesantren juga mengistiqomahkan santri untuk membaca Al-Qur'an setiap ba'da sholat fardhu, serta menargetkan santri untuk mampu membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar, serta menjadikan kegiatan membaca Al-Qur'an sebagai materi ujian akhir santri, agar menciptakan santri yang baik dalam membaca Al-Qur'an.

4. Hafalan surah Al-Qur'an

Hafalan surah Al-Qur'an dilakukan secara terpilih, maksudnya surah-surah yang dihafalkan merupakan surah pilihan.  Biasanya surah-surah pilihan tersebut yaitu surah pada juz amma, surah al-mulk, al-waqiah, dan yasin. Selain santri diharuskan untuk menhafal, juga diharapkan untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam pesantren maupun di masyarakat.

5. Dedikasi dan loyalitas

Pesantren mendisiplinkan seluruh santri agar selalu patuh dan taat pada peraturan, baik peraturan yang ditetapkan pondok pesantren, kyai, ustadz/ustadzah, dan pengurus pondok pesantren tersebut.

6. Amanah dan tanggung jawab

Pesantren juga mengajarkan santrinya untuk amanah (dapat dipercaya) dan bertanggung jawab atas apa segala tugasnya. Seperti contohnya, di pesantren terdapat pengurus pondok yang dimana mereka telah dipercayai oleh pondok pesantren untuk mengatur segala kegiatan yang di pondok tersebut, dengan demikian pengurus pondok yang telah dipilih untuk menjadi seseorang yang mengatur kegiatan pondok diharapkan agar bertanggungjawab atas segala tugasnya, serta nanti setelah keluar dari pondok, selalu amanah dan bertanggung jawab atas segala yang diembannya.

7. Toleransi dan tenggang rasa

Di pesantren, santri tinggal di suatu kamar dengan beberapa temannya. Jadi tidak 1 santri 1 kamar, melainkan dikelompokkan dalam 1 kamar, yang biasanya terdiri dari 8 santri atau lebih dengan berbeda-beda individu. Tujuan dari ditempatkannya beberapa santri dalam 1 kamar ini, yaitu mengajarkan atau mendidik agar santri memiliki sifat toleransi atau menghargai dari masing-masing santri, karena pada kesehariannya pasti akan muncul suatu perbedaan pendapat atau pemikiran. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka dengan demikian diharapkan santri mampu menyelesaikan dengan sikap yang toleransi dan  tenggang rasa tersebut.

Berdasarkan nilai-nilai pesantren di atas, maka selanjutnya akan saya jelaskan proses internalisasi dalam budayanya.

Sebelum menjelaskan proses internalisasi nilai pesantren dalam budaya, maka perlu kita ketahui apa itu proses internalisasi.

Proses internalisasi yaitu proses yang berlangsung sepanjang hayat individu, yakni dari sejak baru lahir smpai meninggal dunia. Proses tersebut yakni, proses dimana individu belajar, memahami, baik materi, perasaan, emosional, maupun lainnya yang dapat membentuk suatu karakter dalam dirinya.

Lalu, bagaimana proses internalisasi nilai pesantren dalam budaya?

Setelah kita mengetahui apa itu proses internalisasi, maka dapat kita fahami bahwa manusia belajar dan mendapatkan suatu pelajaran hanya dari dalam keluarga saja, tetapi juga dari luar keluarga, seperti lembaga pendidikan dan sosial masyarakat. Maka dari itu, santri yang tinggal di pesantren, pastinya juga melakukan proses internalisasi, dimana nilai pesantren-lah yang dapat membentuk suatu karakter dan kepribadian santri untuk mencetak suatu ide atau pemikiran yang dimana hal tersebut dikenal dengan suatu budaya.

C. Urgensi Nilai-nilai Pesantren di Era Milennial Saat Ini

Pada era milennial saat ini telah terjadi perkembangan teknologi dan globalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya dengan adanya perkembangan teknologi tersebut, pasti akan muncul dampak postif maupun negatif. Di era milennial ini juga banyak budaya asing yang masuk pada Indonesia. 

Budaya asing tersebut tidak semuanya cocok untuk dikembangkan di Indonesia. Jadi, dengan adanya perkembangan teknologi tersebut, seorang santri harus mampu menyikapi dengan baik, yakni dengan mengambil hal yang positif dan menolak hal yang negatif. Dengan keterbukaan kita terhadap globalisasi, maka sudah menginternalisasikan salah satu nilai pesantren, yakni toleransi dan tenggang rasa terhadap sesuatu hal yang berbeda, atau baru dari sebelumnya.

Dewasa ini di era millenial, nilai-nilai pesantren seakan tercerabut dari akarnya. Manusia tak lagi terkontrol, doa hanya di media sosial, al quran hanya menjadi aplikasi di hp, dan ibadah menjadi ritual yang kadang-kadang, apalagi akhlak 2 pesantren terkubur jauh di dasar, sopan santun berubah menjadi barang langka, kehidupan tak lagi ada rambu2. 

Disinilah nilai2 pesantren harus dikembangkan dan diteguhkan kembali. Kejujuran harus dipegang, unggah ungguh harus menjadi karakter, sopan santun menjadi style hidup. Mari kita perbaiki dan menjadi pelopor membumikan akhlak di dalam kehidupan kita, menegakkan moralitas dan spiritualitas sambil mengasah intelektualitas kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline