Lihat ke Halaman Asli

Peran Reformasi Birokrasi Terhadap Penguatan Fungsi Dan Pengurangan Korupsi Pada Sektor Perpajakan Di Indonesia

Diperbarui: 8 Januari 2025   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

          Reformasi birokrasi di Indonesia memiliki peran krusial dalam penguatan fungsi pemerintahan, khususnya dalam sektor perpajakan yang sering kali menjadi sasaran praktik korupsi. Upaya ini bertujuan untuk menciptakan sistem administrasi yang lebih transparan, akuntabel, dan efisien. sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi perpajakan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance, reformasi birokrasi diharapkan mampu mengurangi peluang terjadinya korupsi dan meningkatkan penerimaan pajak, yang pada gilirannya akan mendukung pembangunan ekonomi nasional. Melalui pendekatan ini diharapkan sektor perpajakan tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan negara, tetapi juga sebagai instrumen untuk mendorong keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.       

          Reformasi birokrasi merupakan suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama dilakukan. Pada dasarnya reformasi birokrasi mengarah pada perubahan besar-besaran pada unsur-unsur birokrasi seperti kelembagaan, personel, administrasi, akuntabilitas, struktur, pengawasan, pelayanan publik, dan lain-lain. Guna mengubah posisi birokrasi agar dapat beradaptasi dengan dinamika lingkungan yang terus berkembang. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kasus korupsi di sektor perpajakan di Indonesia masih menjadi permasalahan serius, sektor perpajakan merupakan salah satu sektor yang rawan terjadi korupsi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pengelolaan keuangan yang tidak transparan, kurangnya pengawasan internal dan eksternal, serta adanya konflik kepentingan antara pegawai dan pihak ketiga. Kasus korupsi tersebut dapat berupa penggelapan pajak, penyuapan, pencucian uang dan penggunaan dana perpajakan untuk kepentingan pribadi. Dampaknya, negara kehilangan pendapatan pajak yang signifikan, serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Sehingga diperlukan reformasi birokrasi yang efektif untuk mengatasi korupsi di sektor perpajakan. 

          Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang sangat menentang praktik korupsi juga telah menguraikan beberapa permasalahan dan penyebab maraknya korupsi di sektor perpajakan. Berbagai permasalahan dan penyebabnya terletak pada keberadaan aparat pajak yang mempunyai kewenangan namun tidak terkontrol. Selain itu, lemahnya pengelolaan restitusi pajak, penegakan hukum perpajakan yang lemah, diskresi otoritas pajak yang luas, serta kapabilitas sumber daya manusia, etika, dan integritas pegawai pajak yang kurang memadai. Hingga  terdapat sistem pengelolaan yang masih belum optimal dan belum tersinkronisasinya data dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait (Chandra Gian Asmara, 2018). Berikut terdapat beberapa kasus korupsi pada sektor perpajakan di Indonesia, yakni :

  • Yulmanizar dan Febrian, Pegawai Pajak Fungsional Pemeriksaan Pajak Muda pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Yulmanizar divonis 4 tahun penjara dan denda 200 juta Rupiah karena terbukti menerima suap sebesar Rp 17,9 miliar bersama Fungsional Pemeriksa Pajak Pertama Direktorat Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Febrian. Hakim juga menghukum Yulmanizar membayar uang pengganti Rp 8.4 miliar. Sedangkan vonis untuk Febrian yakni 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan. Hakim juga menghukum Febrian membayar uang pengganti Rp 7 miliar subsider 1 tahun kurungan (Budi, 2024).
  • Rafael Alun Trisambodo, Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, divonis 14 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI menyatakan Rafael Alun bersalah menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) KPK mendakwa Rafael atas gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar,  melakukan TPPU dalam periode 2003-2010 sebesar Rp5,1 miliar serta penerimaan lain sejumlah Rp31,7 miliar dan periode 2011-2023 sejumlah Rp14,5 miliar. Rafael Alun juga tetap dihukum membayar uang pengganti senilai Rp 10.079 milyar (Wicaksono, 2024).
  • Wawan Ridwan, Mantan pegawai Direktoral Jendral Pajak (DJP) dinilai menerima gratifikasi senilai Rp 2,4 miliar dan suap senilai Rp 6,4 miliar. Wawan dituntut 10 tahun penjara, pidana denda senilai Rp 300 juta, dan denda tambahan Rp 2,373 miliar subsider 2 tahun penjara.

          Beberapa kasus diatas merupakan contoh yang disebutkan dari banyaknya kasus korupsi yang terjadi di sektor pajak yang melibatkan pejabat dan pegawai pajak, maka diperlukan adanya reformasi birokrasi secara menyeluruh guna mengurangi, menindak dan mencegah adanya korupsi yang terjadi. Berikut terdapat beberapa langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk menyelesaikan kasus korupsi di sektor perpajakan yakni :

1. Meningkatkan Penguatan Pengawasan Internal dan Eksternal, dengan dilakukanya beberapa strategi yang terpadu. Pertama, lembaga-lembaga pengawasan seperti Inspektorat Jenderal dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) harus diperkuat dengan memberikan mereka wewenang untuk melakukan audit (pemeriksaan) secara berkala. Audit ini harus dilakukan secara periodik untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam semua operasi publik. Kedua, kerjasama antara lembaga-lembaga pengawasan internal dan eksternal harus ditingkatkan, terutama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kerjasama ini bertujuan untuk membantu dalam integrasi informasi dan sumberdaya untuk meningkatkan efektivitas pengawasan dan penegakan hukum. Misalnya, KPK bisa bekerja sama dengan BPKP untuk melakukan investigasi yang lebih komprehensif dan audit yang lebih teliti, untuk memantau implementasi kebijakan yang lebih akurat. Selain itu, Adanya Implementasi teknologi informasi melalui sistem informasi manajemen yang transparan secara signifikan dapat meningkatkan pengelolaan dan pemantauan data perpajakan secara real-time. Dengan memanfaatkan teknologi digital, data perpajakan dapat diakses dan dikelola dengan lebih efisien, mengurangi kemungkinan terjadinya manipulasi data yang sering kali disebabkan oleh proses manual yang tidak transparan. Sistem ini memungkinkan pihak berwenang untuk melakukan audit dan verifikasi data secara langsung, sehingga meningkatkan akuntabilitas dan kepercayaan publik terhadap pengelolaan pajak (Kemenpan RB, 2011). 

2. Penegakan hukum yang kuat, dengan menerapkan sanksi yang lebih berat bagi pelaku korupsi, peningkatan kapabilitas aparatur hukum, peningkatan transparansi proses hukum dan pengadilan terhadap kasus korupsi di sektor perpajakan. sangat penting dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan akuntabilitas. Selain itu, Penerapan dari adanya Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, sangat diharapkan dan diperlukan karena memungkinkan negara untuk menyita aset yang diperoleh dari adanya kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan pegawai di sektor perpajakan, sehingga memberikan efek jera bagi pelaku, serta dapat mencegah tindak terjadinya korupsi, dan memberikan keuntungan karena dapat meningkatkan pendapatan negara dari aset yang disita dan mengembalikan aset negara yang hilang akibat korupsi. Menciptakan Penegakan hukum yang kuat juga dapat dilakukan dengan kerjasama lembaga penegak hukum seperti KPK, BPK dan institusi lainnya, Sehingga diharapkan dapat menciptakan sistem yang lebih efektif dalam mencegah dan menindaklanjuti kasus korupsi. Reformasi ini juga harus disertai dengan pendidikan hukum yang lebih baik bagi para penegak hukum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya integritas dalam pengelolaan pajak (Rassat, 2024).

3. Reformasi struktur, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi melalui Restrukturisasi jabatan dengan mengurangi diskresi yang berlebihan, sehingga kewenangan yang dimiliki oleh pegawai lebih terkontrol dan terarah, mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang. Hal ini menciptakan sistem yang lebih jelas dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan tugas. Selain itu, Adanya Peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di lingkungan pegawai pajak, juga sangat dibutuhkan untuk menciptakan budaya anti-korupsi yang kuat dalam organisasi. pelatihan pegawai mencakup pemahaman tentang peraturan perpajakan, dampak negatif korupsi, serta teknik-teknik untuk mengidentifikasi dan mencegah praktik korupsi. Sehingga dapat menciptakan lingkungan kerja yang transparan dan akuntabel, serta mendorong pegawai untuk berperilaku jujur dan bertanggung jawab. Dengan demikian, melalui pelatihan ini pegawai pajak diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang efektif dalam membangun integritas organisasi dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan.

4. Pembaruan sistem restitusi pajak, dilakukan untuk menciptakan mekanisme yang lebih efisien dan transparan, sehingga mengurangi kemungkinan penyimpangan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap administrasi pajak. Langkah-langkah yang dapat diambil meliputi penerapan teknologi informasi untuk mempermudah pengajuan dan pelacakan restitusi, serta penggunaan algoritma untuk mendeteksi pola aktivitas yang mencurigakan, sehingga sistem yang diperbarui tidak hanya akan mempercepat proses restitusi tetapi juga menjaga integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak.

5. Penyelarasan data dengan pemangku kepentingan, Penyelarasan ini dilakukan dalam sistem informasi perpajakan yang melibatkan pembangunan sistem yang terintegrasi, memungkinkan akses data dari berbagai instansi terkait untuk meningkatkan akurasi dan efektivitas pengelolaan pajak. Sistem ini dirancang agar data perpajakan dapat diakses oleh pihak berwenang, memfasilitasi pengawasan yang lebih baik dan mempercepat proses pelaporan. Dengan menggunakan metode yang tepat, seperti Framework for the Applications of System Technology (FAST), sistem informasi dapat mengubah mekanisme pengumpulan data menjadi lebih efisien dan terintegrasi, mendukung transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak.

Dengan adanya hal tersebut, Peran Reformasi birokrasi di sektor perpajakan sangat penting dilakukan untuk memperkuat fungsi perpajakan dan mengurangi korupsi di Indonesia, Melalui penerapan prinsip good governance, reformasi ini bertujuan menciptakan sistem administrasi yang transparan dan akuntabel. Langkah strategis seperti peningkatan pengawasan, penegakan hukum yang kuat, dan pembaruan sistem restitusi pajak diharapkan dapat mengurangi praktik korupsi serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi perpajakan, sehingga dapat mendukung pembangunan ekonomi nasional yang lebih adil dan berkelanjutan.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline