Lihat ke Halaman Asli

Rambut Gondrong, Simbol Kemewahan yang Dirampas di UMM

Diperbarui: 25 Juni 2024   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Di perguruan tinggi saat ini, banyak yang melarang mahasiswanya berambut gondrong, salah satunya adalah Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Terutama saat pelaksanaan Ujian Akhir Semester (UAS), para mahasiswa tidak diperbolehkan memiliki rambut panjang atau gondrong. Mereka bahkan tidak diizinkan mengikuti ujian sebelum mencukur rambut, sesuai dengan ketentuan kampus, dengan alasan menjaga penampilan agar tetap rapi. Padahal, memiliki rambut gondrong atau pendek bukan menjadi tolak ukur nilai sebuah kerapian.

Kampus seharusnya mengedepankan prinsip demokrasi, sebagaimana termaktub dalam pasal 6 huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Secara historis, pada sekitar tahun 1970-an, Orde Baru pernah mengeluarkan kebijakan yang melarang pemuda untuk berambut gondrong, dengan alasan bahwa rambut gondrong merupakan ciri dari pemuda anti-sosial dan memiliki sikap hura-hura yang meresahkan masyarakat, yang identik dengan sikap kriminal. Namun, apakah kita akan menerima pernyataan tanpa ada landasan yang dikeluarkan oleh rezim Orde Baru? Tentunya tidak! Apalagi sebagai seorang mahasiswa, kita seharusnya menerima sesuatu dengan penuh analisis dan melakukan filterisasi terhadap informasi yang kita terima, termasuk doktrinisasi Orde Baru terkait penampilan.

Sangat disayangkan ketika UMM mengikuti kebijakan Orde Baru yang hanya sebatas doktrinasi semata. Pernah suatu waktu, Rektor UMM periode 2020-2024, Prof. Dr. Fauzan, M.Pd., memberi pernyataan "Jangan sampai meninggalkan identitas, kalau gondrong boleh, Laki-laki tetap laki-laki jangan kelihatan seperti perempuan" disampaikan ketika bertemu dengan aliansi mahasiswa gondrong UMM. Artinya, tidak ada larangan terkait gondrong, yang penting jangan meninggalkan identitas. Namun, yang terjadi saat ini, pelarangan gondrong di beberapa fakultas, terutama di Fakultas Agama Islam, masih diterapkan.

Salah satu tokoh nasional sekaligus seorang cendekiawan muslim, Nurcholish Madjid, pernah menanggapi kebijakan yang dikeluarkan oleh Orde Baru melalui esai yang berjudul "Rambut Gondrong, Sebuah Kemewahan." Ini merupakan salah satu pemikiran Cak Nur yang muncul saat Orde Baru melancarkan pemerataan peraturan berupa larangan berambut gondrong bagi kalangan pemuda. Kebijakan yang sangat aneh ketika Orde Baru menilai orang dengan rambut gondrong adalah sosok yang kriminal, dan yang lebih aneh lagi ketika UMM mengikuti kebijakan Orde Baru yang terkesan apatis. Gondrong adalah sebuah kemewahan, dan UMM telah merampas kemewahan itu dari saya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline