Lihat ke Halaman Asli

Kontekstualisasi Pandai Baca Al-Qur'an

Diperbarui: 29 Agustus 2015   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

KONTEKSTUALISASI PANDAI BACA AL-QUR’AN

BAGI MASYARAKAT UNTUK MEWUJUDKAN GENERASI YANG KHUSNUL KHOTIMAH DI KABUPATEN BURU

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo

 

Mengaji merupakan salah satu aktifitas ibadah yang sangat lekat dengan masyarakat muslim di Indonesia sejak mula berkembangnya Islam. Sejumlah rumah ibadah seperti surau, mushalla, langgar, masjid dan lain-lain senantiasa diramaikan dengan kegiatan mengaji, khususnya di waktu sore usai salat Ashar maupun ba'da Maghrib. Bagi kaum muslim di Indonesia mengaji tak ubahnya menjadi lembaga pendidikan keagamaan non formal bagi semua anak didik.

Pergeseran dan perubahan sosial yang terjadi pada salah satu unsur kebudayaan akan menyebabkan perubahan pada unsur-unsur lain. Dapat diyakini bahwa perubahan sosial cenderung berkonotasi negatif, karena dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial sekaligus juga bisa menjadi masalah sosial. Pergeseran budaya mengaji yang biasa dilakukan sehabis salat Ashar maupun salat Maghrib telah mulai ditinggalkan oleh sebagian besar masyarakat kita

Kita menyadari bahwa perubahan sosial yang terjadi di Kabupaten Buru dengan sangat cepat dan efek negatifnya pun akan sangat besar pada lingkungan masyarakat, bila hal ini tidak segera di antisipasi dan dicarikan solusi tepat, maka bagaimana kemudian dengan anak-anak atau generasi pelanjut di Bumi Bupolo.

Maka dengan dimasukannya aturan untuk pandai membaca Al-Quran menjadi salah satu regulasi daerah setidaknya pemerintah daerah berkeinginan kuat untuk menciptakan generasi yang memiliki kepedulian terhadap ajaran agama serta menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup. Keberlanjutan pandai baca Al-Quran yang berorientasi pada siswa dan calon pengantin merupakan tindakan nyata untuk membentuk generasi khusnul khotimah.

Namun demikian ini bukanlah suatu dampak struktural yang mengakibatkan penurunan atau berkurangnya kesempatan bagi mereka namun lebih pada pola pembentukan karakter masyarakat yang sedianya akan berkenan membangun kehidupan bermasyarakat di Kabupaten Buru yang lebih baik lagi.

Dengan hadirnya peraturan tentang kemampuan pandai membaca Al-Qur’an maka masyarakat secara umum akan merasakan dampak seperti halnya untuk sebuah proses pernikahan maka kedua calon pengantin akan lebih siap lagi untuk mempersiapkan diri untuk membuktikan kemampuan mereka dalam membaca dan memahami Al-Qur’an. Termasuk di dalamnya segmentasi yang bisa dibedakan dalam beberapa kategori usia.

Pertama, Siswa akan lebih serius untuk mempelajari Al-Qur’an serta memahami sebagai suatu kajian yang menjadi persyaratan untuk melanjutkan pendidikan pada tingkatan yang lebih tinggi. Keberadaan Al-Qur’an tidak sekedar sebagai Kitab Suci namun bergeser pada sebuah kebutuhan untuk lebih mendalami serta memahami konteks di dalamnya.  Kedua, kelompok orangtua  akan lebih beraktualisasi lagi kepada keluarga terutama anak-anaknya untuk menghadapi pendidikan ataupun mempersiapkan anak mereka menghadapi tuntutan dari aturan yang akan diberlakukan. Dan yang ketiga, calon pengantin  akan lebih serius untuk mempersiapkan kemampuan mereka memahami Al-Qur’an.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline