Lihat ke Halaman Asli

Pengalaman I’tikaf dan Sidang Istbat 1 Syawal 1432 H

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhamdulillah tahun ini saya diberi kesempatan oleh Allah Swt untuk bisa melakukan ibadah I’tikaf 10 hari akhir ramadhan 1432 h, ini adalah pengalaman I’tikaf kedua saya setelah tahun yang lalu.

Saya beri’tikaf di sebuah masjid dekat rumah yang jauhnya sekitar 300 meter setelah melintas jalan raya Laksamana Malahayati yang sering disebut jalan krueng raya di sebuah desa di Aceh Besar. Masjid ini terletak di bibir sungai dan hanya terpaut 200 meter dari kuala gigieng untuk menuju laut lepas samudera hindia. Dan masjid ini menjadi salah satu bangunan yang selamat dan masih berdiri kokoh serta menjadisaksi bisu bencana gempa dan Tsunami Aceh tahun 2004.

Dari dalam masjid saya dapat menikmati perahu nelayan yang berjejer diparkir di tempat pendaratan. Di seberang sungai sudah tumbuh hutan manggrove dengan warna khas daunnya yang menyejukkan mata. Dan  dengan hanya sedikit melongok kepala dapat melihat pemandangan gunungkawasan krueng raya yang sudah tidak seindah aslinya lagi. Dan di malam hari tampak ribuan lampu dikejauhan perut gunung yang berasal dari rumah relokasi yang dibangun pasca tsunami.

Riuhnya suara perahu nelayan yang berangkat pagi dan kembali sore serta gaduhnya suara klakson berbagai jenis kendaraan yang lalu lalang tidak membuat konsentrasi saya terganggu dalam beri’tikaf. Malah kondisi ini membuat saya bisa merenung dan melihat dengan mata hati kondisi real fenomena sosial masyarakat disekitar tempat saya tinggal.

Saya bisa mengamati bagaimana kondisi kehidupan ekonomi masyarakat nelayan yang sangat tergantung dengan alam. Dengan peralatan alat tangkap yang sangat sederhana, di pagi buta mereka berangkat melaut tidak peduli dengan kondisi hari yang cerah, panas, ataupun hujan. Dalam benak mereka hanya ada satu harapan apa yang bisa mereka dapatkan dan bisa di bawa pulang untuk keluarga hari ini.

Kebutuhan untuk mencukupi nafkah keluarga dan keperluan yang meningkat selama puasa dan menjelang lebaran membuat mereka tetap melaut seperti biasanya di bulan puasa. hanya saja mereka lebih cepat pulang melaut bila dibandingkan dengan bulan lain. Namun nasib para nelayan di mana saja tetap sama. Ketika berangkatselalu berharap dapat membawa pulang hasil tangkapannya namun apa daya banyak diantara mereka yang pulang hanya membawa seikat ikan karang dan bahkan ada yang pulang dengan tangan kosong tidak dapat apa-apa.

Kondisi ini membuat saya merenung kalau saya barangkali bisa beri’tikaf tahun ini atau setiap tahun insya Allahya karena saya sudah menyiapkan bekal untuk keperluan keluarga di rumah, karena saya bekerja sebagai seorang guru PNS yang sudah tetap gajinya. Tapi untuk sebagian mereka jangankan untuk memikirkan baju hari raya untuk istri dan anak di rumah untuk keperluan sehari-hari saja sangat susah. Bahkan untuk membayar zakat fitrah saja mereka kelimpungan. Kondisi ini membuat saya terkadang harus berpikir berkali-kaliuntuk mengajak mereka ikut beri’tikaf bersama saya. Walaupun memang untuk melaksanakan I’tikaf itu tidak semata-mata pada masalah ekonomi tapi juga butuh dorongan keluarga , kemauan dan hidayah dari Nya. Toh banyak kita lihat mereka yang berkecukupan dan punya waktu luang ada juga yang belum punya kesempatan untuk beri’tikaf. Namun diantara nelayan tersebut ada yang sudah berkomitmen untuk ikut I’tikaf tahun depan.

Ketika beri’tikafalhamdulillah saya bisa fokus dan punya banyak waktu untuk melakukan amalan-amalan wajib dan sunnah. Seperti shalat rawatib, shalat sunat, membaca al-Quran, berzikir dan bisa konsisten dalam melakukan shalat secara berjamaah. Ada satu keinginan saya ketika beri’tikaf seperti juga pada tahun lalu yaitu agar bisa berdo’a dan bermunajat kepada Allah sambil meneteskan air mata, menangis dan meyerahkan diri pada Nya.

Namun keinginan itu dari malam pertama saya masuk I’tikaf sampai dengan malam ke 29 tidak pernah terwujud. Padahal saya sudah berusaha sekuat tenaga mengupayakan untukmelakukannya. Ketika malam ke 30 tiba,dalam hati saya sudah menganggap kalau saya sudah tidak dapat lagi melakukannya dan memang pada malam itu saya tertidur sampai menjelang sahur. Namun Allah tidak pernah lalai, Allah mengetahui apa yang terbersit dalam hati setiap hambanya. Dia maha tahu apa yang nampak dan tersembunyi.

Kesempatan itu datang pada waktunya. Ketika selesai shalat shubuh terakhir di bulan yang suci ini. Saya mengangkat tangan untuk berdo’a dan bermunajat kepada Nya. Di akhir doa saya yang memang pada waktu itu ada perasaana sedih yang saya rasakan karena ramadhan akan berakhir serta harap-harap cemas akan diterima tidaknya amalan saya selama ini serta akankah saya berjumpa dengan ramadhan tahun depan. Tanpa terasa butir air mata mulai membasahi  dan pelan-pelan mengalir lalu jatuh  menyentuh kedua pipi saya. Subhanallah… kesempatan yang saya inginkan itu akhirnya datang juga. Sejenak setelah air mata ini menyentuh pipi lalu tangispun pecah dikeheningan shubuh. Setelah itu terasa suasana bathin yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Senang, nikmat  dan bahagia rasanya. Dan kenikmatan ini kembali terulang dan mencapai puncaknya saat saya melaksanakan shalat dhuha. Subhanallah……..

Dan alhamdulillah, tentunya saya merasa terbantu dengan keputusan sidang istbat menteri agama tentang penetapan awal Syawal yang menetapkan puasa distikmalkan menjadi 30 hari. Sehingga saya bisa menikmati pengalaman spritual yang luar biasadi penghujung ramadhan ini.

Kepada ummi, isteriku tercinta… jazakillah yang selama I’tikaf tidak pernah mengeluh dan rela ditinggal untuk mengurus anak serta keperluan mereka, sangat besar pengorbanan dan dorongan mu selama ini, semoga engkau menjadi isteri yang shalihah dunia akhirat. Kepada jundi-jundi kecilku Rajil, Layyina, Khalish. Subhanallah kalian motivasi terbesarku. Dari dalam masjid Abati bisa melihat bagaimana kalian melintas di jalan diantara lalu lalang kendaraan yang lewat sambil membawa keperluan I’tikaf abati. Kalian sangat pengertian walau di raut wajah, abati bisa memahami kalau kalian ingin sekali mengajak abati untuk bisa bersama kalian sekedar bercengkrama atau jalan-jalan ke kota untuk belanja dan beli baju baru. Namun itu tidak pernah kalian ungkapkan. Dan spesial si bungsu dek Ahmad yang lucu yang merasa sedih melihat abatinya tidur sendirian  di masjid serta selalu mengajak pulang untuk tidur bersamanya. Untuk adinda ku Mahyuddin dan Baha yang dengan setia mengantar nasi sahur dan secangkir kopi. Kalian semua selalu ada dalam setiap munajatku. Terima kasih juga Kepada pengurus masjid Tgk. Chik Lambada Lhok, bilal dan pihak yang telah turut membantu. Jazakumullah khair.

“…Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan bertakbir mengagungkan Allah atas petunjuknya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur”. (QS. Al-Baqarah: 185)

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar…… Allahu akbar - walillaahil hamd.

Taqabbalalluhu minna wa minkum. Minal ‘aidiina wal faiziin

Selamat hari Raya Iduel Fitri 1432 H

Mohon Maaf Lahir Bathin.

30 Ramadhan 1432 H/30 Agustus 2011 M

Telkomsel Ramadhanku




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline