Lihat ke Halaman Asli

Anak Sebaya di Kampung Tsunami

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tangisan bayi yangbaru saja lahir itu membuat orang tuanya begitu bahagia, karena telah sekian lama menunggu pengganti buah hatinya yang telah menjadi korban Tsunami 5 tahun lalu.Sementara anak-anak yang lain asyik dengan dunianya, bernyanyi, berlari-lari, dan bermain plosotan serta ayunandi sebuah TK yang baru saja siap dibangun oleh sebuah NGO pasca Tsunami.

Kondisi itu sangat berbeda dengan suasana di awal-awal Tsunami. Di mana anak-anak dan wanita paling banyak menjadi korban. Hilangnya anak sebagaipenyejuk mata dan sirnanya sentuhan lembut wanita membuat suasana kehidupan di bawah tenda-tenda darurat waktu itu mencekam,kering dan kehilangan spirit. Bapak-bapak yang kehilangan istri dan anakmenjadi sangat terpukul dan bersedih.

Dari catatan kami selama menjadi kepala desa (2005-2009) di sebuah desa Kabupaten Aceh Besar ,jumlah penduduk desaini 3000 jiwa sebelum Tsunami dan yang tersisa hanya 600 orang. Umumnyamereka yang selamat adalah Bapak-Bapak yang pergi melaut setelah shalat shubuh yang berselang kira-kira 3 (tiga) jam dengan kejadian Tsunami pada Minggu itu.

Seiring dengan perjalanan waktu, ketika masa-masa darurat berakhir yang diiringi dengan kembalinya semangat dan hilangnya trauma, kini Bapak-bapak yang menduda akibat kejadian ini, rata-rata telah menikah kembali dan telah memiliki anak. Secara statistik pun kini jumlah penduduk di desa ini mengalami peningkatan. Karena di samping bertambahnya jumlah balita, rata-rataperempuan yang dijadikan sebagai istrinya pun berasal dari luar desa ini bahkan dari luar kabupaten.

[caption id="attachment_155073" align="alignleft" width="300" caption="Anak-anak berdiri di atas puing sebuah rumah (dok. pribadi)"][/caption]

Kini terdapat sekitar 100 orang lebih jumlah anak-anak umur 1-5 tahun di desa ini. Mereka menjadi pengganti anak-anak yang telah tiada akibat musibah Tsunami. Mereka merangkak, berdiri, berjalan serta berlariseiring dengan surutnya kembali air laut yang pernah bergejolak, tumbuh seiring dengan mekarnya bunga di halaman rumah-rumah bantuan. Dan mereka telah membuat suasana kampung kembali menjadi ramai dan ceria.

Bagi saya suasana ini menjadi sebuah fenomena yang menarik karena beberapa hal :

1.Anak-anak yang lahir sesudah Tsunami di kampung ini rata-rata memiliki ayah yang sudah pernah kawin ataupun punya anak sebelum Tsunami. (duda)

2.Umur meraka yang sebaya

3.Ibunya yang rata-rata masih sangat muda

4.Banyak diantara ayah dari anak-anak ini sebelum Tsunami sudah memiliki anak dewasa bahkan sudah memiliki manantu, namun sesudah Tsunami mereka kembali meretas kehidupan rumah tangga dari awal dan memiliki bayi.

5.Mereka hidup dilingkungan yang sama dengan kondisi sandang, papan yang sama. Karena mereka menempati rumah bantuan yang sama. Rata-rata rumah type 45.

Dan tentunya anak-anak yang tumbuh setelah tsunami ini menjadi generasi baru dikampung ini, masa depan kampung terletak di tangan mereka. Apabila mereka dibina, dibimbing, dan dididik dengan baik maka akan muncullah sebuah generasi yang kuat dan berkarakter positif yang akan membangun masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya. namun jika sebaliknya maka akan muncul malapetaka yang sangat tidak kita harapkan (nauuzubillah). Kita berharap tentunya akan muncul generasi yang beriman dan bertaqwa serta beramal shalih. Semoga …

Selamat hari anak internasional, 1 Juni 2010




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline