Lihat ke Halaman Asli

Kenapa Debt Collector Harus Menyeramkan Sih?

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap mendengar kata Debt Collector apa yang terlintas di pikiran anda ? Apakah terlintas sosok tampan nan rupawan, harum semerbak dengan senyum manis sambil bagi bagiin uang dipinggir jalan? Ah maaf, kadang saya gak tahan untuk mengulang ucapan orang lain tentang saya :)

Tentu semua seragam dengan pendapat saya, rata rata mereka bisa dinilai dalam penampilan dan gesture yang boleh dibilang seragam. Dengan asesoris kalung atau gelang, penampilan kasar, mata merah yang entah itu memang lagi mabuk atau entah pake spidol, Ya itulah beberapa gambaran visual debt collector di negri kita.

Saya sendiri belum mencari tahu sejarah awal adanya profesi debt collector ini, tapi sejarah hutang pihutang pastinya sudah ada seiring berjalannya peradaban manusia. Dan hanya peradaban manusia yang mengenal isilah hutang pihutang. Mahluk yang paling sering menggembar gemborkan makna ikhlas sekaligus paling sering mengingkarinya. Saya belum pernah mendengar seekor monyet di tagih pisang oleh monyet lainnya, atau pun mendengar seekor kambing di keroyok kambing lain karena ngutang pernah pinjem rumput buat makan.

Dan sebagai manusia yang ingin di sebut beradab saya pun berusaha melestarikan tradisi ini dengan sering berhutang walaupun sedang banyak uang :D

Yang saya maksud disini adalah debt collector yang biasa nagih hutang pinjaman atau tunggakan kartu kredit bank.Bank sebenernya sudah punya bagian yang menagih hutang konsumennya, bisa di lakukan dengan jarak jauh lewat telepon ataupun penagih yang datang ke rumah . jika sudah melewati dua pihak ini dan si penghutang masih belum bisa membayar tunggakannya pihak Bank mulai menggunakan jasa Debt Collector yang saya sebut di atas.

Entah siapa pula yang memulai ide bahwa debt collector itu harus menagih dalam bentuk kekerasan. Apakah ini bentuk keputusasaan pihak Bank yang enggak punya cara lain dalam menagih krediturnya.

Para debt collector hanya berpikir (mudah mudahan memang ada yang berpikir) melihat kelemahan manusia dari satu aspek, bahwa manusia pada dasarnya berusaha menghindari perasaan tidak nyaman dan tidak aman. Dan dengan segala sikap dan usaha para debt collector ini ( dengan dandanan serem, ucapan kasar, bahasa tubuh yang cenderung mengintimidasi, mata merah , telinga gerak gerak, mulut komat kamit, makan wortel …ummm koq ya jadi ngomongin hamster gini ya ) mereka berusaha supaya orang yang punya hutang ‘menimbang dan memutuskan’ bahwa lebih baik membayar utang daripada menerima segala perlakuan mereka. Itikad membayar tentu mudah bagi mereka yang dalam kondisi bisa membayar. Tapi perlakuan seperti ini bisa menjadi masalah besar kalau si pengutang sendiri memang dalam kondisi tidak mampu membayar.Bisa berakhir dengan kekerasan. Tapi rupanya cara di atas sementara masih cara tercepat bagi bank untuk mendapatkan uangnya kembali. Juga semakin tertanam di pihak debt collector semakin galak mereka tentunya kemungkinan uang kembali semakin besar.

Padahal kalau mau cerdas sedikit (saya cuman minta sedikit soalnya kalo banyak jelas sulit :D dan saya ‘nda bilang mereka tidak cerdas lho), banyak hal yang bisa di lakukan para debt collector untuk menimbulkan perasaan tidak nyaman atau tidak aman. Mestinya di dalam perusahaan debt collector itu sendiri ada bagian yang me-riset atau menganalisa background penghutang nya, toh data data nya sudah pasti lengkap dari banknya tentunya tidak terlalu sulit untuk mengakses data si penghutang.

Bayangan saya,ini hanya salah satu bayangan saya cara mereka.Bisa aja si debt collector itu datang ke rumah penghutang dengan bawa cara membawa atau menjadi bencong karena tahu bahwa si penghutang punya trauma buruk dengan namanya bencong. Sudah pasti si penghutang mati matian berusaha menghindarinya dan kalau memang kondisinya sanggup membayar dia pasti bayar. Itu lebih terlihat cerdas dan elegan buat saya daripada pake cara serem kaya preman ngebikin orang jadi ngumpet terkentut kentut sambil jiper. Tapi memang jaman sekarang udah jarang orang takut sama bencong. Bukan brati saya ngomong mereka tiap nagih musti jadi bencong atawa bawa bencong. Itu hanya ilustrasi, intinya org debt collector mestinya lebih kreatif untuk menganalisa korban nya.

Untuk merubah etos kerja biasa pake urat dan sekarang harus pake otak pasti berat, selain costnya lebih tinggi saya sendiri gak bisa ngebayangin muka item kriwil yang biasa pake kalung tengkorak sepatu bot sambil mata merah sekarang harus pake foundation dan dibedakin,rambut di bonding sambil latihan ngomong

‘ Aduh, deseu rempong dech, akikah butuh duta yey, Duta ! ‘ sambil jinjit jinjit pake stiletto tangannya ngondek :D

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline