Lihat ke Halaman Asli

Chaidir Muhammad

Buruh Tinta

Teror di Makassar, Hasil dari Sikap Naif dan Pengaburan Netralitas

Diperbarui: 9 Mei 2018   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pragmatisme politik yang mewarnai pemilihan walikota Makassar tampaknya sudah kian melebar, bahkan  membentuk pola baru dengan memainkan teror.

Ketua Panwas Makassar, usai menerima gugatan dari tim hukum Danny Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) yang mengajukan keberatan atas keputusan Diskualifikasi Pencalonan oleh KPU Makassar malah mendapatkan teror. Nur Sari yang juga merupakan ketua Majelis Musyawarah, was was jelang membacakan kesimpulannya.

Pragmatisme politik menjelma menjadi radikalitas. Tanpa mempertimbangkan kualitas demokrasi, oknum sipil yang harusnya menggunakan hak pilihnya dibilik suara malah rela pasang badan dan melabrak hukum dan memilih menjadi peneror, entah apapun orientasinya namun sudah sedikit tersirat, pragmatisme politik selalu berbicara uang dan janji kue kue kekuasaan.

Meski tidak sehat, Akademisi yang notabenenya menjadi pengarah dan pembimbing moral warga sipil enggan memberikan edukasi secara terang terangan, menolak menjadi Rocky Gerung yang belakangan dicap sebagai pendukung dari oposisi Jokowi. 

Padahal menurut hemat saya, apapun arahnya, dalam setiap komentar akademisi, baik itu berbentuk kalimat retoris sekalipun, setiap dalil yang diucapkannya setidaknya mengandung ciri akdemik dan selalu ada nilai yang membuatnya tidak terjebak dalam subjektifitas, dan apapun argumentasi yang dikeluarkannya semua akan berbentuk data yang siap untuk diujikan guna mempertaruhkan argumentasi dan titlenya sebagai orang bijak yang terpelajar.

Hal serupa juga melanda penegak hukum, alih alih menjadi judgedmen, netralitas menjadi tameng untuk mengabaikan kondisi politik yang kian hari makin riuh dan panas. Polisi mengambil jarak tertentu untuk tidak menindaki, enggan membuka fakta, sekaitan dengan apa penyebab oknum sipil meneror, seolah olah takut mengungkap bahwa semuanya adalah imbas dari tendensi politik, dan mengabaikan objektifitas dalam hukum.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline