Selamat Hari Pers Nasional (Hpn 2022) seluruh teman-teman media dipelosok tanah air :) Baik itu cetak ataupun online. Baik itu berbasis koran maupun website. Pun selamat bagi jurnalis-jurnalis yang berhasil mempertahankan independennya di tengah gejolak politik yang semakin meraja-lela, menelusup, dan menggelitik, "Boleh, lah tulis sesuai permintaan saya." Hihihi.
Ingat Kode Etik Jurnalistik Pasal 1, dong ya?
"Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk."
Saya "belum" menjadi jurnalis senior yang melanglang buana ke berbagai penjuru seluruh dunia. Yang mengulik berbagai budaya, isu lingkungan, ataupun nilai-nilai moral yang berbeda di setiap negara. Semoga suatu saat nanti, ya. Mudah-mudahan saya punya kesempatan seperti itu juga. Siapa tahu satu tahun lagi, siapa tahu bulan ini, eh. Amiin.
Pun juga bukan seorang jurnalis yang ikut organisasi. Baik itu PWI ataupun AJI atau organisasi perkumpulan jurnalis (kayak sapaan GRTV) dari Sabang sampai Marauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.
Tapi saya konservatif, kolot dan tidak asyik seperti gulungan gulali yang ditunggu semakin menggendut lucu, manis dan warna-warni. Tapi saya independen. Saking independennya temannya juga sedikit, hehehe.
Ada yang asyik untuk dibahas mengenai pers, konservatif dan independensi yang terus berusaha dipangkas mati. Kita bicara dua hal. Konservatif dan Independensi. Positif dan negatif. Nggak asyik, lah ya bahas positif doang tanpa ada negatif yang membandingkan.
1. Konservatif Mati, Lainnya Bangkit
Menurut KBBI app yang saya instal di gawai berumur 3 tahun ini, artinya kolot, atau bersikap mempertahankan keadaan, kebiasaan, dan tradisi yang berlaku. Pers tidak lagi mengalami runtutan panjang proses cetak.
Tapi pers semakin bergerak, tak lain menuju era 5.0 yang semakin mengarahkan pers menuju digitalisasi. Ke depan, pers tidak lagi konservatif. Konservatif ini semakin lama semakin mati, punah jadi aset negara, hingga proses panjang ditinggalkan karena menghabiskan banyak budget perusahaan.
Ada keyakinan di sini, dan pers tidak akan mati jika ia turut bergerak. Karena apa? Semua orang, kalangan, rakyat biasa taat pajak hingga pejabat membutuhkan informasi layak konsumsi. Entah itu jadi bahan ghibah di pos ronda, atau konferensi hingga kongres untuk kepentingan politik yang tak kenal habis.
Bisa jadi, esok, mendapatkan informasi tinggal scanner dapatkan e-book, atau bahkan layaknya 3D mockup atau pop up yang tampil canggih seperti film-film bergenre sci-fi atau seperti kartun Doraemon yang serba canggih. Oh, atau kacamatamu bisa browsing informasi seperti Detektif Conan. Uhuuyy!