Lihat ke Halaman Asli

Wejangan Bapak

Diperbarui: 30 Januari 2022   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : freepik.com

Ada satu hal yang saya pelajari dari Bapak. Yang memiliki tiga anak perempuan semua. Keinginannya hanya satu. Bahwa anak-anak perempuannya kelak harus bisa berdiri di atas kaki sendiri. Tidak sepenuhnya bergantung pada laki-laki.

Ada rasa haru disitu. Ada pesan yang sebetulnya sulit dia ungkapkan. Di tengah banyaknya kasus perceraian, perselingkuhan, atau lelaki yang mendompleng pada perempuan, atau ditinggal suami karena suatu musibah (naudzubillah min dzalik). Bapak hanya ingin anak-anak perempuannya berhati-hati. Karena Bapak tahu, tak selamanya beliau mendampingi buah hati kesayangannya.

Banyak kemungkinan-kemungkinan yang lirih diucapkannya pelan.

Tapi satu hal pula yang Bapak sampaikan pada anak-anak perempuannya, terutama saya. "Jika kalian (anak perempuannya) bekerja, tetap laksanakan tugas sebagai istri. Jika kalian (wallahualam) punya gaji lebih tinggi dari suami, kelak tetaplah rendah hati."

Petuah itu akan saya ingat sepanjang hayat. Kami hanya keluarga sederhana. Yang selalu melihat kemungkinan. Dibalik suatu hal terjadi. Mengajarkan tidak men-judge sikap seseorang, tanpa tahu riwayat kisah di belakang.

Tapi, kini Bapak risau. Kekhawatirannya yang hanya diungkapkan pada saya. Bahwa anak-anaknya kelak tidak dapat berdiri sendiri.

"Tapi alhamdulillah kita masih punya aset. Yang nantinya untuk berjaga-jaga jika suatu hal yang tidak inginkan terjadi. Terkhusus pada salah satu dari kalian," ungkapnya malam itu dini hari sekitar pukul 01.00 pada Minggu (30/1/2022).

Dari obrolan itu, teringatlah saya rencana nanti jika saya punya anak (InshaAllah). Sekaya apapun orangtua, sedapat bergelimang harta warisan, tapi jika anak tidak diajarkan bagaimana mengelola, triliunan pun akan hangus dalam sekejap mata.

Saya katakan pada Bapak, "InshaAllah kalau dikaruniai anak dan menjadi orangtua, akan aku ajarkan dia berusaha dari nol, Bapak. Bukan semata-mata mendapat warisan dari orangtua. Aku ingin menjadi orangtua yang bisa mengajarkan dia kemandirian. Terlepas itu perempuan atau laki-laki. Aku sadar, jikapun esok menjadi orangtua, aku pun tidak dapat mendampinginya setiap saat."

Bapak mengangguk setuju. Karena yang diajarkan pada anak adalah bagaimana mengelola, bukan hanya menghabiskan. Apalagi, orangtua tidak akan mengenal anaknya sepenuhnya jika sudah beranjak dewasa. Apalagi, memiliki anak yang tertutup, atau orangtuanya yang justru tertutup. Maka dari itu, komunikasi, keterbukaan sangat penting dalam membina keluarga.

"Tolong bilang itu (menjadi orangtua tidak sepenuhnya dapat mendampinginya setiap saat) pada ibumu," ucapnya.

"Nanti, Bapak. Ada waktunya. Kita harus pelan-pelan bicara pada Ibu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline