Lihat ke Halaman Asli

Mensinergikan Industri Otomotif dengan Kebijakan Infrastruktur & Energi

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Semalam saya dan beberapa teman melakukan chat conference kebetulan ada teman yang baru saja mendapatkan pekerjaan di kawasan Industri Pulogadung sementara ia sendiri tinggal didaerah Depok, sementara teman saya yang lain sudah cukup lama bekerja disalah satu pabrik otomotif dijakarta, dan hari pertama kerja teman saya yang menjadi topik pembuka tadi malam.

Saya: Gimana hari pertama kerjanya mas?

Teman A: Berantakan rul, gila gua telat nyampe sono.

Teman B: Wahahaha, makanya tidur jangan kebo, kesiangan loe y?

Saya: Lha ko bisa? Tadi aku sms habis subuh katanya mas dah mau jalan.

Teman A : Iya gua tadi malah sholat subuh dah rapi pake pakean kerja, abis sholat langsung gua berangkat, nyampe diterminal jam 5, pas banget bis ke pulogadung mao berangkat. Nah nyampe didalem bis gua anggap aman dong, ya udah gua tidur aja, masa sih kernetnya nggak bangunin kalo dah nyampe, eh gua bangun dah terang, gua liat jam dah jam setengah 8, yang bikin gua kaget gila gua baru nyampe pintu tol cililitan, dah macet banget lagi, nggak tau dah emang tuh bis yang jalannnya kaya keong ato mang dah macet dari depok, gila gua liat mobil-mobil pribadi banyak banget paling isinya paling banyak 4org, itutuh yang bikin macet, kaya aja nyusahin apalagi miskin.

Saya: Wahahaha, mungkin emang udah saatnya kali ya, pemerintah tidak menerbitkan BPKB dan STNK baru untuk wilayah jabodetabek, supaya mengurangi jumlah kendaraan, megurangi jumlah subsidi, mengurangi kadar polusi.

Teman B: Ah muka gila, itu sih sama aja matiin industri otomotif lha terus nasib gua gimana? Yang salah pemerintahlah kurang bangun infrastruktur jalan, trus rakyat disuruh naik kendaraan umum, sekarang loe liat dong kendaraan umum kita, metromini, kopaja, ma PPD, lebih layak buat bawa kambing dibanding manusia, mana mau org kaya naik yang kaya gitu, nah mereka (pejabat) aja milih naik kedaraan mewah yang dikasih negara, plus puluhan iring-iringan yang Cuma bikin macet. Trus busway Cuma didaerah tertentu aja, itu juga bisnya nggak mengakomodir jumlah penumpangnya.

Sebenarnya benar apa yang dikatakan teman saya tersebut, pemerintah selama ini meggembar-gemborkan agar rakyat mau naik kendaraan umum sementara fasilitasnya tidak memadai, justru pemerintah baik pusat maupun daerah justru seperti ingin menambah rumit masalah transportasi, salah satuya adalah memberikan mobil mewah sebagai kendaraandinas, padahal sudah menjadi rahasia umum kendaraan dinas para PNS lebih banyak digunakan untuk kepentingan pribadi dibanding pekerjaan, oleh sebab itulah jangan kaget apabila pada hari libur kita tidak jarang menemukan mobil plat merah yang terparkir di pusat perbelanjaan ataupun tempat rekreasi.

Sementara apabila melakukan moratorium produksi tentu akan membuat guncang perekonomian tanah air, saat ini tercatat lebih dari 50 produsen otomotif di Indonesia dengan investasi USD 2,2 Milyar, mempekerjakan lebih dari 2 juta tenaga kerja, memproduksi 800 ribu unit mobil dan truk, dan 3 juta sepeda motor tiap tahunnnya, dengan catatan kapitalisasi ekonomi seperti itu tentu sangat sulit melakukan moratorium.

Namun sebenarnya bukan berarti tidak ada jalan keluar, tentu saja ada, yang penting adalah kita terutama Pemerintah dan dunia industri mau untuk melakukannya, selama ini industri otomotif berperan sebagai beban bagi infrastruktur, industri otomotif lebih banyak memberikan nilai konsumtif bagi ekonomi kita dibanding nilai produktif, dan itulah yang harus diubah, industri otomotif indonesia haruslah menjadi penyokong infrastruktur, lebih banyak memberikan nilai produktif dibanding nilai konsumtif.

Industri otomotif indonesia sudah harus merubah layout produknya dari kendaraan pribadi menjadi kendaraan masal, sekarang ini perhatikan busway yang kita punya adalah kendaraan import bekas, begitu juga KRL, plus pesawat pun banyak yang seperti itu. Padahal produsen otomotif terutama asing yang berinvestasi diIndonesia, bukanlah perusahaan otomotif kelas kacang goreng, dinegara asalnya mereka sudah ada yang mengembangkan Idustri perkereta apian, kapal laut, hingga pesawat terbang.

Dan inilah yang seharusnya diarahkan oleh pemerintah, sungguh ironis suatu negara yang mampu memproduksi 800 ribu kendaraan pribadi baru dan berkualitas namun justru harus membeli kendaraan bekas dari negara lain untuk transportasi masal bagi rakyatnya. Saat ini banyak operator kendaraan umum dijakarta masih menggunakan kendaraan yang sebenarnya sangat tidak layak pakai adalah akibat tingginya harga kendaraan baru, untuk sebuah bus berukuran standar saja sudah menembus harga milyaran rupiah, selain harga dasarnya yang memang sudah tinggi ditambah bea masuk dan pajak tambahan lainnya, sangat wajar apabila operator yang berkantong tipis enggan membeli kendaraan baru, bahkan Pemda DKI yang memiliki anggaran besarpun lebih memilih kendaraan bekas dibanding kendaraan baru untuk armada Trans Jakarta kebanggannya.

Diharapkan apabila industri transportasi masal ini berjalan harga kendaraan masal seperti KRL dan bus bisa turun cukup tinggi karena telah diproduksi dalam negri, sehingga kualitas dan fasilitas kendaraan masal Indonesia memikat para pengguna kendaraan pribadi, apabila kebijakan pelarangan pembelian BBM bersubsidi bagi kendaraan pribadi tentu akan semakin meningkatkan efektifitasnya, saat ini yang ada orang-orang menghemat uang dan waktu bukan menghemat bensin, tentu saja kebijakan tersebut bisa berjalan apabila pemerintah telah menyiapkan moda transportasi masal yang benar-benar layak secara fasilitas, tepat secara waktu, aman da terjangkau, tentunya kita ingin kendaraan massal kita bisa seperti bus tingkat dilondon, ataupun trem dibelanda, yang turispun bangga menaikinya.

Bisa dibayangkan betapa berkembangnya ilmu pengetahuan diindonesia apabila perubahan layout produksi ini terjadi, kenapa? karena alih teknologi yang terjadi, kita memproduksi kendaraan masal kita dari bus kota hingga kapal laut dan pesawat terbang bahkan jika perlu kendaraan-kendaraan berat yang biasa dipakai didaerah pertambangan dan pengeboran lepas pantai pun kita buat sendiri.

Saya pernah ditanya saat menaiki KRL expres dari Jakarta menuju Bogor oleh seorang turis asal AS, apakah semua orang Indonesia bisa bahasaJepang, saya jawab Tidak, lalu sayapun bertanya kenapa anda berpikiran seperti itu?, dia menjawab karena kereta ini penuh dengan tulisan Jepang bahkan lebiih banyak Tulisan Jepangnya dibanding Indonesia, lalupun saya menjelaskan bahwa KRL itu dbeli dari Jepang, dengan kaget si Bule itu bertanya, kenapa harus impor apakah Indonesia tidak bisa membuat kereta api?, saya bingung sekaligus malu mendengar pertanyaan itu, mungkin saya akan lebih malu jika dia tahu bahwa KRL itu adalah KRL bekas yang mungkin dinegara asalnyapun sudah tidak dipakai.

Mungkin produsen otomotif akan bertanya mendengar pendapat saya ini, apakah kami harus merubah layout industri kami hanya untuk mengatasi kemacetan Jakarta?. Jakarta itu Cuma 1/2849 dari total luas Indonesia, jangan takut apabila pasar kendaraan masal dijakarta sudah penuh ada daerah lain yang harus dipenuhi belum sempat industri memenuhi kebutuhan diseluruh indonesia jakarta sudah meminta lagi untuk peremajaan, fakta telah membuktikan bahwa untuk sebuah daerah agar berkembang dibutuhkan 4 hal yaitu Infrastruktur, Telekomunikasi, aliran modal, dan transportasi, percuma jika 3 hal lainnya terpenuhi tapi transportasi tidak terpenuhi, tentunya akselerasi ekonomi akan semakin tinggi apabila transportasi tersebut adalah transportasi masal yang dapat dijangkau oleh semua orang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline