Lihat ke Halaman Asli

Chaerol Riezal

Chaerol Riezal

Romantisme dan Koneksi Hebat Umar dan Dhien (Bagian ke 3- Selesai)

Diperbarui: 21 September 2017   19:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: indonesiakaya.com

Oleh: Chaerol Riezal*

Datanglah ke makam Teuku Umar di Mugo (Meulaboh-Aceh Barat) dan makam Cut Nyak Dhien di Sumedang (Jawa Barat) pada suatu waktu. Atau datanglah ke Rumah Cut Nyak Dhien di daerah Lampisang berbatasan dengan kota Banda Aceh pada suatu hari nanti. Disanalah kenangan-kenangan akan sepasang suami-istri, Umar dan Dhien diabadikan.

Bagi Anda yang pernah mengikuti perjalanan sejarah Aceh dalam masa perang Belanda di Aceh (1873-1942), khususnya mengenai Umar dan Dhien, pasti tahu tentang pasangan suami-istri tersebut, yang kelak akan membuat pasukan Belanda kewalahan menghadapinya. Namun, ke-kelak-an itu muncul dan dibabat oleh kisah sejarah berbau romantisme antara Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien.

Ya, kisah asrama itu bermula ketika Umar melamar Dhie, kemudian sah menjadi pasangan suami-istri, lalu Umar tampil sebagai pemimpin perang Aceh, dan terakhir Dhien tampil untuk melanjutkan perjuangan Umar yang telah syahid. Kedua tokoh itu berjuang di medan pertempuran untuk melawan dan mengusir pasukan Belanda dari tanah Aceh.

Baca Tulisan Pertama

Baca Tulisan Kedua

Tapi sayangnya, Umar dan Dhien tidak dimakamkan secara berdampingan, seperti halnya Theo van Gogh yang dimakamkan tepat disamping makam kakaknya Vincent Willem van Gogh, atau seperti halnya rencana Habibie yang telah memutuskan untuk dimakamkan disamping makam istri tercintanya, Ainun, ketika ia meninggal dunia kelak. Sementara Umar dan Dhien tidak demikian. Meskipun Umar dan Dhien terpisah oleh jarak yang teramat jauh, kisah sejarahnya tetap hidup dalam satu kenangan ke kenangan lain, dan mengalir dari satu cerita ke cerita berikutnya. Kisah itu pun, kini telah sampai kepada saya.

Umar dan para pejuang Aceh lainnya syahid di medan pertempuran ketika Perang Belanda di Aceh sedang berlangsung. Umar dinyatakan meninggal dunia pada 11 Februari 1899. Jasad Umar kemudian dikebumikan di daerah Mugo, Aceh Barat. Sementara Cut Nyak Dhien meninggal pada 8 November 1906 di Sumedang.

Bedanya, Umar meninggal ketika pasukan Belanda mendadak melakukan serangan terhadap pasukan Aceh ditepi pantai Langkak daerah Meulaboh. Dalam serangan itu, Umar terkena peluru dari pasukan Belanda. Tapi pejuang Aceh --beberapa sumber ada yang menyebutkan bahwa orang itu adalah pengawal setia Umar --berhasil melarikan Umar yang terkena peluru hingga akhirnya Umar meninggal dunia dan dikebumikan ke daerah Mugo, Aceh Barat.

Sumber: aceh.tribunnews.com

Sementara istri Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, berakhir ditempat yang sepi dan sunyi dari letupan senjata. Perjalanan dan perjuangan yang sangat panjang dan melelahkan telah ditempuh oleh Cut Nyak Dhien dalam misinya untuk mengusir Belanda dari tanah Aceh, sebelum akhirnya Dhien beristirahat dengan damai dan dimakamkan di Gunung Puyuh, tak jauh dari pusat kota Sumedang, Jawa Barat.

Dimakamkannya Dhien di luar daerah Aceh, itu terjadi ketika Belanda menangkap Cut Nyak Dhien secara terhormat setelah Pang Laot memberitahukan tempat persembunyian Dhien kepada Belanda, tetapi dengan syarat tidak mengerahkan pasukan yang besar dan harus dilakukan secara terhormat dan manusiawi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline