Kerap kita mengabaikan pesan, kenangan sederhana, tanggal bersejarah, janji dan entah apalagi yang kita sepelekan karena menganggapnya kurang penting atau sekedar basa-basi. Ndilalahnya, ini menjadi petaka kecil buat kita dan orang disekitar kita. Ada yang sampai menangis, marah, bersitegang bahkan nyaris berkelahi.
Satu ketika, sebut saja Diaz, wanita sukses ini banyak benar temannya. Dia begitu ramah dan memesona banyak orang. Bukan karena body yang aduhai atau paras yang cantik jelita atau bahkan harta melimpah yang membuat Diaz tenar, Namun kesupelannya mengorbitkannya dijagat pertemanan sejak di bangku sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas, kuliah bahkan di dunia kerja dan bertetangga.
Awal bertemudengan Diaz, semua orang pasti menganggapnya sok akrab. Ya, Diaz tak pernah segan menyapa siapapun yang berada di dekatnya. apalagi latar belakang profesinya banyak berhubungan dengan human relationship, wajar bila ujung ke ujung tahu siapa Diaz. Di tempat kerjanya, OB akan langsung tau apabila orang mencari D I A Z. Diaz memang sosok mengesankan.
Hal ini tidak membuat diaz nyaman sebenarnya. Ada saja yang iri dan dengki, dia difitnah, dimusuhi, hampir dimutasi, tapi keramahannya mengalahkan kemarahan orang-orang yang ingin menjatuhkannya
"gue gedeg banget tuh sama si Diaz, sok akrab, Ob diajak ngobrollah, bos diajak diskusilah, tamu diajak bicara soal ini dan itu, dia gak tau apa kalau itu nggak penting banget"
"iya, gue juga dah mpet liat senyumnya yang diumbar kesiapa aja, ih, carmuk"
percakapan seperti itu tidak satu dua kali dia dengar, tapi dasar Diaz si lempeung (lurus), bodo amat dia dengan segala ocehan orang, Bahkan yang ngegosipin dia pun dia ajak makan bareng, hmmmmm.
Hal yang membuat diaz menangis adalah ketika tugasnya tidak selesai karena dia tidak kerjakan karena lupa. Dia lupa menjemput adiknya ke sekolah dan adiknya menangis berlinang air mata. Diaz juga pilu bila ia kerap kehilangan barang karena lupa menempatkannya dimana. Sungguh, lupa menjadi berkah dan petaka buatnya. Berkah karena dia tak menjadi pendendam sebab sekejap saja dia melupan apa yang terjadi dengannya, dia lupa bahwa seseorang begitu membencinya etc etc.
Namun lupa ini menjadi petaka ketika kelupaannya ini dijadikan senjata untuk mendera ketenangannya.
"Saya sudah berikan dokumen itu sama kamu waktu kamu bla-bla-bla"
"Ih, saya sudah bayar hutang saya ke kamu bli-bli-li"