Lihat ke Halaman Asli

Hoax Evolusi Darwin: Paradox Ilmuan Muslim

Diperbarui: 18 Oktober 2015   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di dunia ini ada dua sub spesies manusia yang cenderung menghambat peradaban yakni manusia yang fanatik dan manusia yang termakan stigma. Persamaan kedua jenis manusia ini adalah lebih memilih duga-duga ketimbang menggunakan data yang ada dalam menilai persoalan. Padahal data satu-satunya senjata ampuh yang bisa kita  gunakan dalam memahami dunia di sekitar kita. Dan yang seperti yang sudah saya singgung di tulisan tulisan sebelumnya. Dari data itulah model tercipta. Model yang dibuat semestinya konsisten dalam menjelaskan data. Sementara duga-duga tidak bisa menjelaskan data secara konsisten. Kadang duga-duga tersebut fit dengan data, kadang juga menyimpang.

Tapi anehnya teknik duga-duga ini lah yang banyak digunakan oleh para pemikir muslim. Saya sudah katakan berulang-ulang bahwa sperma itu diproduksi di testis, tapi tetap aja mereka ngotot mengatakan kalo Al-Quran itu cocok dengan ilmu pengetahuan modern, hehe.

Bayangkan kita hidup di alam 3 dimensi di mana segala sesuatunya coba dijelaskan secara saintifik dan sejak beberapa abad terakhir penjelasan yang ada boleh dibilang sudah well-establish dan koheren satu sama lain, namun ironinya masih ada juga ilmuan yang mencoba bersusah payah menghidupkan artifak non-saintifik untuk menjelaskan itu semua. Coba tanyakan pada nurani Anda, bisakah Anda membuat laptop, smartphone, dll gadget yang ada di tangan Anda itu dengan bermodalkan Al-Quran yang Anda bangga-banggakan itu? Bisakah Anda membuat mobil dengan bermodalkan membaca Al-Quran? Bisa ga Anda menghapus virus pada komputer Anda itu dengan berdoa kepada Allah SWT? Coba tanyakan pada Ustads Yusf Mansur, bisa ga duit jatuh dari langit dengan bermodalkan berdoa pada Allah SWT? 

Para pemikir muslim ini percaya dengan teori Big Bang, namun mereka kemudian menafikan Teori Evolusi Darwin, padahal kedua teori ini adalah dua teori yang koheren satu sama lain. Begitu juga hubungan antara  ilmu geologi dan Teori Evolusi Darwin. Ada dosen geologi sampai berbusa-busa menjelaskan evolusi bebatuan, lapisan bebatuan dan usianya, bahkan usia bumi kepada para mahasiswanya, namun kemudian mengatakan bahwa terdapat pengeculian: bahwa manusia itu diturunkan dari langit. Kita bisa mengetahui berapa umur batuan dengan menggunakan teknik carbon dating (diterjemahkan sebagai penanggalan karbon oleh google translate) dan mereka imani itu karena itu hanya berlaku pada batuan. Ketika teknik carbon dating ini digunakan untuk menyelidiki umur fosil manusia purba (yang membuat punden berundak), mereka katakan manusia purba hanya hoax (karena Harun Yahya katakan bahwa itu hanya hoax). Bayangkan di Sulawesi Selatan dijumpai sebuah lukisan di langit-langit gua  yang setelah di-carbon dating usianya sekitrar 35 ribu tahun. Sementara menurut Said Agil Siradj (ketua umum PBNU), Adam manusia pertama itu hanya berjarak  paling lama 10 ribu tahun dari kita---karena di kitab Sejarah Al-Tabari yang diajarkan di pesantren-pesantren itu jarak antara Nabi Isa dan Adam A.S. itu sekitar 6000 tahun (Saya ga tau Al-Tabari itu mencari sumber tulisannya dari mana, kok bisa sedetail itu, tapi yang jelas pengetahuan tentang sejarah para Nabi dan Patriarch Yahudi itu banyak ditulis oleh tokoh-tokoh Kristen jauh sebelum Nabi Muhammad lahir, dan bisa jadi Al-Tabari mengutip dari situ). Pertanyaannya adalah bisa ga monyet menggambar lukisan lembu dan membuat punden berundak?

Dan kebohongan disebarkan dan diagungkan-agungkan. Kita kemudian mengimaninya dan menggunakannya melebih batas yang sewajarnya. Dan kita kemudian mencoba membuat kipas angin atau USB stick dengan mencari ayat yang relevan di dalam Al-Quran. Apa itu ga lucu? Bisa ga Anda memukulkan tongkat, dan kemudian terdapat gaya tak kasat mata yang membuat lautan sedalam 300 meter tiba-tiba membelah dan Anda kemudian melintas di situ?

Tulisan ini mengajak Anda untuk berfikir terbuka, membuang semua artifak-artifak kuno tersebut, dan meletakkanya di rak buku dengan posisi yang sewajarnya, sebagai sebuah dokumentasi sejarah.

Iya, ilmuan belum bisa membuat seekor lalat. Tapi belum bisa bukan berarti tidak mungkin bisa. Mungkin sekitar 500 ribu tahun dari sekarang, manusia akan membuat seekor lalat, saya jamin itu. Dulu juga orang ga kepikiran bisa mendaratkan kaki di bulan, tapi sekarang sudah bisa. Dan ilmuan muslim itu kemudian mengatakan bahwa pendaratan di bulan itu hanya hoax (tipu tipu mamarika), lantaran barusan nonton film The Minion karya Iluminati Remason? Anda bayangkan, ada belasan misi Apollo diluncurkan dengan biaya sekian miliar dolar, dan Anda katakan semua itu hanya hoax.  Bisa ga Anda bercakap-cakap dengan kawan di kejauhan tanpa delay dengan menggunakan smartphone Anda, jika tanpa adanya satelit komunikasi yang mengorbit di atas permukaan bumi. Sementara proses peluncuran satelit ke orbit itu cara kerjanya hampir mirip dengan proses pendaratan manusia di bulan, dan Anda katakan itu semua hanya hoax?

Tulisan ini mengajak Anda untuk benar-benar menghayati apa yang Anda kerjakan selama ini. Bahwa semua carakan cakaran di kertas itu punya makna dan esensi. Tulisan ini ingin memelas pada Anda bahwa tujuan hidup manusia itu bukan sekedar makan, minum, nikah, makan, minum, nikah, makan, minum, nikah, memanah, menunggang kuda dll. Tapi cakaran-cakaran di kertas itulah tujuan hidup Anda.

Saya kemarin membeli sebuah gadget, dan ketika saya bandingkan rasa (bahagianya) memiliki gadget itu dengan ketika saya berhasil mengerjakan sebuah soal kalkulus yang sudah seminggu saya pikirkan ternyata kesenangannya jauh berbeda. Terdapat kegembiraan di situ: rasa haru yang sulit dilukiskan.

Memang kalo dipikir mana mungkin molekul DNA bisa terbentuk secara spontan dari ketiadaan. Ibaratnya seperti rumah yang terbentuk secara tiba-tiba. Namun yang harus Anda pahami adalah antara rumah dan molekul DNA itu terdapat perbedaan yang begitu mencolok: yang satu berukuran besar dan mendapat pengaruh gaya gravitasi yang signifikan sementara yang satunya lagi berukuran kecil yang dinamikanya tunduk pada rumusan mekanika kuantum (gaya gravitasi bisa diabaikan). Bata yang menyusun rumah ga mungkin berpundah sendiri dari tempatnya dan membentuk susunan tembok rumah, karena terdapat gaya gravitasi yang menahannya tetap di tempat. Sementara elektron-elektron pada sebuah molekul itu geraknya ditentukan oleh pengaruh gaya elektromagnetik dan prinsip pengecualian Pauli. Anda jangan coba menyamakan antara elektron yang berputar mengelilingi inti atom dengan bumi yang mengorbit matahari, itu dua hal yang sangat jauh berbeda. Dan sebelum DNA itu terbentuk ada molekul-molekul sebelumnya yang jauh lebih sederhana namun sudah memilki peran fundamental yang mirip dengan DNA (self replicating) dalam evolusinya.

Seharusnya jika ilmuan muslim itu (baca: Harun Yahya) menggunakan logika mereka secara konsisten, mareka seharusnya bertanya apakah bisa tanah (tepatnya segumpal tanah) yang sebagian besar tersusun oleh silikon tiba-tiba berubah menjadi manusia yang tersusun oleh DNA (sebuah molekul yang sangat sangat kompleks yang sampai sekarang ga ada satupun cara yang bisa digunakan untuk mensintesisnya). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline