Mengulas sedikit tentang apa yang menjadi issue hampir empat bulan yang lalu, toleransi, tepatnya pada 3 February 2021 pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama yang melibatkan tiga menteri diantaranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan tenaga Kependidikan di sector pendidikan mulai dari Pendidikan Dasar hingga tingkat Sekolah Menengah diatur melalui surat ini.
Meskipun Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim dalam peluncurannya dikutip dari, (Kemendikbud.go.id), beliau menjelaskan terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan atas dikeluarkannya SKB ini, kita tidak dapat menutup kemungkinan atas kejadian yang melatarbelakanginya, seperti yang terjadi di salah satu SMK Negeri di Sumatra Barat tentang kewajiban memakai jilbab pada siswi nonis yang bahkan sempat viral.
Melalui keputusan ini, niatan Pemerintah untuk mengakhiri polemic yang menjadi perbincangan hangat kala itu. Namun, sayangnya mungkin niat baik pemerintah ini justru terjadi buntut panjang dengan banyaknya suara baik dari daerah maupun individu akan pro dan kontra mengenai SKB tiga menteri tersebut.
Seperti misal yang disuarakan oleh Walikota Pariaman, Genius Umar yang menolak Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri terkait seragam dan atribut sekolah, seperti pada wawancaranya dengan pihak CNN Indonesia (17/2).
Dengan alasan kearifan local dan kondisi masyarakatnya yang bersifat homogen, yang hampir 99,6% nya beragama Islam, hal-hal itu menjadi latarbelakang penolakannya terhadap SKB tersebut.
Pun dengan pernyataan Buya Anwar Abbas pada diskusi Narasi (4/2), yang menyatakan tentang bagaimana agama menjadi salah satu aspek yang harus ada di setiap kehidupan dan melalui pepatah tentang membiasakan berpakaian sedari kecil, termasuk pada Pancasila dan UUD 1945, yang kemudian mengkaitkannya dengan pasal 29 ayat 1.
Kemudian, masih pada diskusi Narasi (4/2) melalui pernyataan Alissa Wahid yang setuju dengan moderasi beragama dan juga mengingatkan tentang pemberian ruang untuk praktik keberagamaan melalui bidang pendidikan.
Menurut saya, sejalan dengan pendapat-pendapat di atas, memang ada benarnya jika dilihat dari bagaimana seharusnya membiasakan siswa untuk berpakaian sesuai dengan keyakinannya sedari kecil dan agama tidak bisa lepas dari semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagaimana agama maupun keyakinan, itu bukanlah hal yang dapat di tawar.
Tetapi, sebenarnya sangat disayangkan mengingat Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri ini telah resmi dibatalkan oleh Mahkamah Agung dikutip dari Cnnindonesia.com (7/5).
Sebab dalam usahanya para menteri ini berniat untuk menjaga eksistensi ideology Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, mengingat dalam suatu keasatuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah pastilah terdiri tidak hanya satu agama, maka dari itu SKB dengan menekankan tidak mewajibkan dan tidak melarang mengenakan seragam atribut agama ini merupakan hal yang dapat mendukung banyaknya praktik di lapangan yang dengan ketat mewajibkan siswanya untuk mengenakan seragam atau atribut agama tertentu.
Dan dengan SKB ini jika tidak terjadi pembatalan, keputusan ini mungkin benar-benar akan memperkuat nilai toleransi dan meminimalisir adanya intoleran dalam lingkungan sekolah.