Lihat ke Halaman Asli

Christian Evan Chandra

TERVERIFIKASI

Narablog

Ponsel Keluaran 2023 yang Tidak Akan Saya Beli: Part 2 (Ponsel Nonlipat)

Diperbarui: 5 Januari 2024   17:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Samsung Galaxy S23 FE dan iPhone 15 Plus. Foto: Instagram @superscientific

Pada bagian sebelumnya, saya telah memilih ponsel lipat keluaran 2023 yang tidak akan dibeli untuk menjadi tunggangan harian 2024. Kali ini, saya akan membahas dari segmen ponsel nonlipat.

Flagship dan flagship killer Android: Samsung Galaxy S23 FE

Dari segmen flagship dan flagship killer Android, Samsung Galaxy S23 FE adalah ponsel yang tidak akan saya beli. Ponsel ini sering dijuluki sebagai upgraded A54, karena dimensi dan bobotnya lebih mirip A54 dibandingkan ke S23 atau S23+. Lebih tepatnya, mungkin S23 FE ini adalah A54 yang diberi jeroan Exynos 2200 di zaman S22, mengganti lensa macro dengan telephoto, dan mengecilkan ukuran baterai. Harga resminya saat ini lebih mahal Rp500 ribu dari Galaxy S22 untuk varian memori 128GB, meskipun memang lebih murah Rp500 ribu dari ponsel yang sama untuk varian memori 256GB. Ya, Galaxy S22 memang sudah sulit dicari unit barunya dan batas akhir software update berhenti lebih dulu dari S23 FE.

Perbedaan Exynos 2200 dan Snapdragon 8 Gen 1 di S23 FE dan S22 tidak masalah bagi saya, performanya setara. S22 malah berumur lebih dari setahun lebih tua, sehingga mungkin akan berakhir dengan satu versi Android yang lebih tua pula. Masalahnya, menurut banyak pengujian S23 FE lebih boros soal penggunaan daya sehingga secara umum ketahanan baterainya tidak lebih baik dari S22 sesignifikan perbedaan kapasitas baterainya. Apalagi lawan S22+ yang berkapasitas baterai sama, S23 FE ini kalah lumayan keteteran.

Ya, yang paling mengganggu di S23 FE lagi-lagi adalah dimensinya. Dengan ketahanan baterai yang tidak mengesankan, dia lebih berat 13 gram dari S22+ dan 41 gram dari S22. Berita buruknya lagi, layar S22+ masih lebih besar 0,2 inch dari S23 FE sehingga memang perbedaan antara seri FE dan Non-FE menjadi alasan perbedaan bobot ini.

Jika ingin brand Samsung, budget-nya tidak bisa ditambah, dan kebutuhan memori cukup 128GB, carilah jalan untuk membelinya tidak dengan harga resmi dan polos tanpa promosi. Saat ini, kita bisa memboyong pulang ponsel ini di harga resmi dengan bonus kepala charger dan Galaxy Buds, atau polosan tetapi dengan harga Rp1,5 juta lebih murah dari harga resmi. Jika harus di harga resmi, lebih baik mempertimbangkan pilihan alternatif misalnya iQOO 11.

Ponsel midranger Android: Samsung Galaxy A54, Realme 11 Pro+, dan Realme C67

Entah apa yang merasuki logika Samsung dan Realme di segmen midranger Rp6 jutaan. Upgrade prosesor yang sebenarnya tidak signifikan amat, baterai sama besar yang ujungnya malah mengorbankan sedikit ketahanan, kenaikan harganya luar biasa dari A34 ke A54 mencapai Rp1,4 juta. Ya harus diakui memang upgrade kameranya cukup lumayan meskipun tidak terlihat secara angka resolusi sampai berbeda 15 poin di skor DXOMark, tetapi tetap saja kalah jauh dari Xiaomi 13T yang kameranya dioptimisasi bersama Leica. Ditambah lagi si Xiaomi juga menawarkan software update yang sama panjang di empat tahun, punya lensa telephoto dengan perbesaran dua kali, dan performa lebih baik dengan mengusung Dimensity 8200 Ultra.

Permasalahan yang sama dialami oleh Realme dengan upgrade dari seri 11 Pro ke 11 Pro+ seharga Rp2 juta. Prosesornya sama-sama Dimensity 7050, kapasitas baterai sama besar tetapi daya pengisian naik dari 67 W ke 100 W, penambahan satu lensa ultrawide, dan kenaikan resolusi lensa utama dari 100 MP ke 200 MP. Ditambah software update hanya dijanjikan sebanyak dua kali sejak Android 13, jadi kurang menjanjikan. Jika bukan karena Realme GT Neo 3 hanya dijanjikan software update sebanyak dua kali sejak Android 12, Realme 11 Pro+ sudah kalah ke mana-mana melawan GT Neo 3 varian 12GB/256GB yang saat ini sering didiskon.

Lucunya lagi, Realme juga "melawak" di segmen midrange dengan harga Rp2-3 juta melalui ponsel terbarunya yang katanya juara baru, Realme C67. Di luar negeri C67 datang dengan konektivitas 5G, di sini dengan harganya masih mengandalkan 4G. Chipset Snapdragon 685 memang masih kencang untuk penggunaan 2024, tetapi Helio G99 yang sama-sama mentok di 4G lebih baik. Resolusi kamera 108MP juga terasa gimmick di rentang harga ini, karena saya tidak meyakini kebutuhannya. In-sensor zoom dengan perbesaran tiga kali juga tidak akan sebaik lensa telephoto, pecinta fotografi akan mencari ponsel yang lebih baik selama ada budget.

Teknologi layar masih mengandalkan IPS LCD, terasa dealbreaker bagi pecinta AMOLED apalagi mengingat harganya sudah di atas Rp2 juta. Memori eMMC juga tidak buruk, tetapi ada UFS yang lebih cepat dan lagi-lagi berat di segmen harganya. RAM 8GB? Dengan chipset seperti ini, saya rasa 6GB sudah cukup.

Samsung akan memberikan software update hingga empat tahun untuk keluarga Samsung Galaxy A15. Baik varian LTE maupun 5G-nya, saya tetap mengunggulkannya dibandingkan terhadap Realme C67. Jika butuh performa lebih baik, konektivitas 5G, dan tidak peduli software sudah mentok tanpa update lanjutan, bisa mencari stok sisa Realme 9 Pro, Realme 9 Pro+, atau Redmi 10 5G dengan harga yang kurang lebih sama.

iPhone: iPhone 15 yang bukan Pro Max

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline