Lihat ke Halaman Asli

Christian Evan Chandra

TERVERIFIKASI

Narablog

Lima Jurus Mengurangi Risiko Penularan Covid-19

Diperbarui: 26 Februari 2022   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Life hack. Sumber ilustrasi: PEXELS/SeaReeds

Dalam dua bulan terakhir, kasus baru COVID-19 di Indonesia melonjak cukup signifikan. Setelah trennya terus menurun sampai menjelang akhir tahun kemarin dan hidup menjadi lebih "bebas", sebenarnya lonjakan ini bukanlah sesuatu yang mengagetkan apalagi dengan hadirnya varian Omicron yang telah lebih dulu sukses memporakporandakan negara-negara tetangga. Jika demikian, apa yang salah dalam mencegah hal serupa terjadi kepada kita?

Tahun ini menjadi tahun ketiga di mana kita harus berjibaku dengan segala ketidakpastian akibat pandemi. Rasa jenuh dan cemas membayangi hari-hari, kita bisa melihat berbagai konten di media sosial bahwa tertular virus ini menimbulkan stres karena harus diisolasi beberapa hari bahkan bisa saja dilarikan ke rumah sakit jika efek sampingnya berat. Meskipun demikian, ada pula yang merasa bahwa virus COVID-19 saat ini sudah jauh lebih jinak dengan kesembuhan lebih cepat dan gejala tidak lebih dari batuk pilek biasa.

Belajar dari pengalaman para survivor menjadi penting dalam mengurangi risiko penularan virus COVID-19. Di sisi lain, hidup memang harus terus berjalan dan kita perlu pandai-pandai menyiasati keadaan agar semuanya baik-baik saja.

Bersyukurlah dan berusaha bertahan jika mendapatkan rezeki untuk beraktivitas dari rumah

Beraktivitas dari rumah itu memang menantang. Koneksi internet yang seringkali naik turun kecepatannya, keterbatasan sarana untuk berdiskusi (apalagi tanpa digunakannya perangkat pintar dengan stylus pen), dan berbagai gangguan yang terjadi di rumah sedikit banyak membuat produktivitas diri terkompromi dan jam kerja menjadi lebih panjang. Belum lagi, duduk seharian di rumah dalam suasana sepi tanpa bertemu rekan-rekan secara fisik itu memang menimbulkan kejenuhan, apalagi jika suasana rumah sebenarnya memang kurang ideal (alias hanya cocok untuk beristirahat).

Anak usia sekolah memutuskan untuk mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) ketika sekolah sebenarnya masih mengizinkan pembelajaran online, tentunya karena selama ini tidak memahami materi yang diajarkan. Sesampainya di sekolah, hampir seluruh teman-teman tetap di rumah dan guru memutuskan untuk menayangkan materi yang sudah dipersiapkan di laptop-nya (sekaligus membagikan kepada mereka yang di rumah), bukan menggunakan papan tulis. Ditambah lagi, keesokan harinya sesama siswa yang mengikuti PTM memberitahu bahwa dirinya tertular COVID-19. Pemahaman tidak membaik, malah risiko tertular virusnya meningkat kan?

Demikian pula dengan pekerja yang malah ingin WFO karena melihat "kenikmatan" teman-temannya di kantor lain. Sesampainya di kantor, sebagian besar orang yang biasa berhubungan dengannya tetap bekerja dari rumah sehingga ujung-ujungnya diskusi tetap berjalan online.

Kondisi saat ini yang belum menentu membuat kita lebih baik untuk bertahan sesulit apapun tantangan yang harus dilalui. Tentu harus bersyukur jika kita bisa beraktivitas sepenuhnya dari rumah dan lebih baik berjibaku dengan segala ketidaknyamannya dibandingkan terhadap tertular COVID-19. Mengeluarkan sedikit modal tambahan untuk meningkatkan kenyamanan dan produktivitas sah-sah saja selama mampu, lagipula kita juga sudah berhemat dari biaya transportasi dan makan di luar. Misalnya, jika tidak tahan dengan meeting seharian dan pekerjaan jadi terganggu, bisa membeli satu monitor tambahan kan khusus untuk melihat materi meeting dan monitor utama tetap digunakan untuk bekerja?

Ingatlah bahwa belanja online itu masih ada dan hindari COD

Meskipun sudah beraktivitas dari rumah, tidak sedikit di antara mereka yang tetap terinfeksi COVID-19. Setelah ditelusuri riwayat perjalanan dan kontaknya, ternyata mereka tertular karena berbelanja secara offline khususnya di pusat perbelanjaan yang ramai. Tak jarang barang yang dibeli itu bukan merupakan kebutuhan yang mendesak, melainkan keinginan yang sebenarnya membagongkan. Misalnya, ingin membeli pakaian kerja baru karena bosan dengan motif yang lama ketika perusahaan sebenarnya masih memberlakukan kerja dari rumah secara penuh, untuk apa ya?

Jadi, tentu lebih baik jika kita memprioritaskan terlebih dahulu untuk membeli barang yang benar-benar dibutuhkan dan sebisa mungkin peroleh secara online untuk membatasi aktivitas di luar rumah. Hindari juga penggunaan metode pembayaran cash on delivery (COD) agar tidak terjadi kontak antara kurir dengan kita sebagai penerima. Barang yang masih berstatus "diinginkan" saja bisa dikesampingkan terlebih dahulu, apalagi jika terdapat hal-hal rinci yang perlu kita lihat secara fisik.

Khususnya untuk ibu-ibu, salah seorang rekan berpesan agar tidak perlu terlalu bawel dengan sayur dan buah-buahan yang dibeli. Selama masih layak untuk dikonsumsi, kejelekan minor seperti jeruk yang sedikit kurang manis atau pisang yang sedikit terlalu keras tidak perlu diperdebatkan alias jangan terlalu memilih. Serahkan saja kepercayaan kita kepada mereka yang mengurus pesanan kita sampai akhirnya tiba di rumah. Apalagi jika kita pergi ke pasar semata-mata karena ingin menawar harga, itu memang seru tetapi risiko saat ini kurang sebanding terhadap penghematan yang kita dapatkan.

Jika terpaksa keluar rumah, jangan berlama-lama dan patuhi protokol kesehatan

Mereka yang diharuskan WFO, berobat secara fisik karena tidak tertangani oleh telemedicine, memperbaiki barang yang rusak dan dibutuhkan mendesak, dan semua kebutuhan lain yang mau tidak mau keluar rumah itu sifatnya terpaksa. Jika bisa melindungi diri, tentu siapa juga yang mau mencari penyakit. Akan tetapi, keterpaksaan ini lama-lama menjadi kesombongan bagi sebagian orang ketika mereka tidak pernah terdeteksi positif COVID-19.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline