Lihat ke Halaman Asli

Christian Evan Chandra

TERVERIFIKASI

Narablog

Aktuaris: Profesi Hits yang Erat dengan Ketidakpastian dan Menyeimbangkan Kepentingan Berbagai Pihak

Diperbarui: 1 Februari 2022   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam beberapa tahun terakhir, wajah mahasiswa dan alumni departemen matematika lebih cerah. Celotehan bahwa masa depannya hanya terbatas menjadi guru atau dosen berubah menjadi pujian sebagai salah satu kelompok dengan prospek paling menjanjikan berkat naiknya pamor pekerjaan data scientist dan aktuaris. Padahal, nama keduanya bukan nama baru dan sebelumnya saja tidak banyak orang yang menjadikannya sebagai cita-cita ketika masuk kuliah di departemen matematika.

Kenaikan pamor ini tidak lepas dari informasi di media massa bahwa keduanya memberikan kompensasi kerja yang menarik. Fakta yang seringkali diabaikan oleh pembaca adalah tanggung jawab yang tinggi pula harus diemban oleh dua profesi ini. Soal data scientist, Mas Suryagama Harinthabima sudah membahasnya dengan sangat apik di media tetangga (baca: Mojok). Kali ini, saya akan membahas soal aktuaris.

Bekerja menghadapi ketidakpastian

Ketidakpastian memang dihadapi oleh semua orang dan semua industri, sesederhana apapun ketidakpastian tersebut. Seorang pengusaha toko kelontong sekalipun, yang modal barang, harga jual, dan sebagian besar beban operasionalnya itu bisa dihitung secara pasti, memiliki ketidakpastian terkait apakah permintaan yang ada cukup untuk menghabiskan persediaan barang dan memberikan pendapatan yang memadai atau malah barang tersebut akhirnya kadaluarsa, juga risiko menghadapi hal yang tidak diinginkan seperti bencana alam, kebakaran, atau kemalingan. Bank menghadapi ketidakpastian lebih besar terkait perputaran uang dari mereka yang menyimpan uang, besar kredit baru, kemampuan membayar kredit, dan ketidakpastian suku bunga. Setidaknya, masih ada sistem suku bunga mengambang sehingga bank masih bisa memastikan sebagian besar transaksi di dalamnya menguntungkan jika diperhatikan satu persatu.

Perusahaan asuransi menghadapi ketidakpastian yang lebih banyak. Berapa lama sebuah polis sanggup membayar premi, berapa banyak polis yang melakukan klaim, seberapa sering klaim dilakukan, seberapa besar nilai setiap klaim, semenarik apakah imbal hasil investasi di pasar, semuanya membuat pekerjaan aktuaris semakin rumit. Tidak selalu kasusnya semakin lama seorang pemegang polis mampu membayar preminya maka keuntungan yang bisa diperoleh dari polis itu menjadi lebih baik, tetapi pemegang polis yang hanya membayar premi satu kali karena tidak enak ditawari oleh sang agen pun juga merugikan perusahaan asuransi kecuali produknya memang hanya memerlukan pembayaran premi sebanyak satu kali.

Sulit pula untuk bisa mencetak keuntungan polis perpolis karena pada banyak produk perusahaan bisa langsung merugi ketika terjadi klaim. Sekalinya premi dinaikkan untuk nasabah tersebut, jika tidak ada klausul bahwa premi dijamin tetap, nasabah akan berpikir untuk membeli produk perusahaan asuransi lain. Yang bisa dilakukan perusahaan asuransi adalah menjual produk ke lebih banyak polis agar big number-nya terkumpul dan fluktuasi antara ekspektasi klaim dengan realisasi klaim lebih sedikit. Pusing kan?

Banyak ilmu yang harus dikuasai dan membutuhkan waktu untuk menguasainya

Jika dilihat dari silabus saat ini milik Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI), sesungguhnya seseorang baru disebut sebagai aktuaris jika berhasil lulus sepuluh ujian dalam seri A dan F dan mengikuti satu seminar profesionalisme alias memiliki gelar FSAI. Di negara lain kondisinya kurang lebih sama, perlu terlebih dahulu mendapatkan gelar fellow dan lembaga yang cukup terkenal di antaranya adalah Society of Actuaries, Casualty Actuarial Society, juga Institute and Faculty of Actuaries. Untuk melewati semua ujian ini, kita harus memahami matematika, statistik, ekonomi, akuntansi, sampai manajemen. Mereka yang belum memiliki gelar fellow memang bisa saja bekerja di tim aktuaria, tetapi memiliki kewenangan yang lebih terbatas.

Meluluskan ujian profesi aktuaria ini tidaklah mudah. Ujian ini tidak terlalu sering diadakan dalam satu tahun dan semakin hari tingkat kesulitannya terus meningkat mengikuti kebutuhan kompetensi di industri. Tidak lulus berkali-kali banyak dihadapi, apalagi jika peserta ujian sudah bekerja dan berkeluarga. Menyediakan waktu yang cukup untuk belajar dan berlatih bukan perkara sepele, membutuhkan komitmen dan semangat yang konsisten sekalipun harus menghabiskan akhir pekan bahkan sampai tengah malam hanya untuk membaca buku.

Sekalipun berkuliah di kampus yang mendukung program penyetaraan, tetap saja tidak mudah. Kita harus mendapatkan nilai yang cukup mengesankan (kalau di UI itu A-), bukan sekadar lulus mata kuliah. Ditambah lagi, program penyetaraan hanya mencakup ujian seri A dan belum tentu semua mata ujiannya, tergantung pada kesepakatan antara PAI dan universitas.

Setelah bekerja, lebih banyak lagi ilmu yang dibutuhkan. Pemrograman itu sudah pasti untuk mengotomatisasi berbagai pekerjaan, ilmu komunikasi dibutuhkan dalam menyampaikan hasil analisis kepada stakeholders yang bukan berasal dari latar belakang matematika, hukum untuk bisa menerjemahkan regulasi yang ada, sosiologi dan psikologi untuk memahami dinamika di balik pemikiran dan perilaku nasabah, sampai geografi jika bekerja di perusahaan asuransi kerugian. Lagi-lagi ini membutuhkan waktu untuk bisa menguasainya dan apa yang diperlukan seringkali jauh lebih dalam dibandingkan terhadap apa yang dipelajari di bangku kuliah.

Di dalam tim aktuaria sendiri, paling tidak terdapat tiga bagian yang saling bekerjasama dalam satu siklus bernama actuarial control cycle yaitu pricing, reporting, dan experience study. Memahami ketiganya memang sangatlah baik, tetapi memahami satu persatu tidak mudah karena lagi-lagi membutuhkan pengalaman dalam memahami logika-logika yang terjadi di balik seluruh prosesnya dan perkembangan zaman bisa memberikan warnanya sendiri terhadap perubahan dalam proses tersebut. Oleh karena ini semualah, aktuaris harus menjalani pendidikan berkelanjutan alias CPD dengan mengikuti berbagai seminar dan membaca materi-materi yang ada sambil menambah jam terbang dalam pekerjaan.


Memiliki tanggung jawab yang luar biasa

Meskipun sehari-hari berhadapan dengan angka dan dituntut untuk hidup secara kreatif dalam merepresentasikan berbagai fenomena sebagai rumus matematika, aktuaris tidak merasa tertekan dan tetap bahagia. Di luar pekerjaannya, aktuaris meninggalkan kesan yang serius dan menjalani berbagai kegiatan yang jauh dari berhitung, mulai dari berolahraga, bermain musik, travelling, sampai blogging. Jika ada lembur, lembur yang dihadapi seorang aktuaris tidaklah berlebihan dan masih termasuk manusiawi dibandingkan terhadap beberapa profesi kantoran lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline