Tidak terasa setelah awal tahun ini saya mendapatkan gelar Sarjana, kini giliran rekan-rekan yang menyelesaikan sidang skripsinya di semester genap lulus dari studi Sarjana.
Sebuah kebahagiaan yang cukup besar ketika kita berhasil melewati satu tahapan dalam hidup, khususnya menyelesaikan penulisan skripsi yang tidak mudah dan diwarnai dengan drama bolak-balik revisi, mempresentasikannya di hadapan dosen pembimbing dan penguji, menghadapi pertanyaan mereka yang menguras pikiran, melakukan revisi untuk terakhir kalinya, dan memenuhi syarat lain dari kampus agar bisa lulus. Tidak ada lagi yang bertanya, kapan kamu wisuda? Berapa lama lagi kamu masih bergantung pada orang tua?
Masalahnya, kelulusan ini bukanlah akhir dari segalanya dan seringkali menimbulkan derita berikutnya bagi lulusan baru.
Jika tidak segera mendapatkan pekerjaan, apalagi di masa pandemi yang cukup sulit seperti sekarang ini, gelar baru yang menyedihkan akan disandang yaitu pengangguran.
Setelah mendapatkan pekerjaan, lulusan baru harus berusaha keras untuk menyesuaikan diri dan mempelajari banyak hal yang belum pernah dipelajari di bangku kuliah.
Oleh karena itu, jangan sampai kita menambah derita lulusan baru tersebut dengan menanyakan hal-hal yang bisa dihindari. Pertanyaan ini bisa jadi membuat mereka pusing dan jengkel, atau jawaban nantinya tidak memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.
Berdasarkan pengalaman pribadi dan beberapa teman dekat, berikut pertanyaan yang tidak sebaiknya diajukan kepada lulusan baru.
1. Mengapa tidak langsung melanjutkan studi S2? Mengapa tidak bekerja dulu?
Bagi mereka yang dipandang memiliki prestasi akademik cukup baik, berpeluang mendapatkan beasiswa studi S2, dan memilih untuk langsung bekerja atau membangun usaha, akan ditanya mengapa tidak langsung melanjutkan studi S2.
Mumpung usia masih muda, semangat belajar masih tinggi, belum berkeluarga, dan beberapa tahun lagi diproyeksikan gelar Sarjana menjadi biasa saja, mengapa tidak lanjut sekarang juga?