Lihat ke Halaman Asli

Christian Evan Chandra

TERVERIFIKASI

Narablog

Hadapi Krisis Air Bersih di Jakarta, Mari Tabung dan Manfaatkan Air Hujan dengan Benar

Diperbarui: 4 September 2019   15:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pintu air milik PALYJA di Instalasi Pengolahan Air Taman Kota untuk mengolah air Cengkareng Drain. Foto merupakan milik PALYJA.

Aku bahagia jadi anak ibu kota. Airnya begitu segar, bersih, dan tidak berbau. Mandi adalah kegiatan yang menyenangkan dan menyegarkan bagiku. Semua itu kudapatkan dengan mudah tanpa perlu menimba dari sumur seperti di kampung halamanku dan tarifnya pun terjangkau.

Ya, paragraf tadi benar, tetapi ketika saya masih kecil. Seiring bertambahnya penduduk, memburuknya kebersihan sungai, dan berkurangnya curah hujan, dibutuhkan banyak zat kimia untuk menjernihkan air Jakarta sebelum akhirnya kita mengalami krisis air bersih. Tarif mahal, pasokan terbatas, dan kekayaan tak mampu membelinya.

Pekerjaan saluran pipa oleh PALYJA di kawasan Jakarta Utara. Foto merupakan dokumen pribadi.

Dari tiga belas sungai di Jakarta, hanya ada dua sungai yang bisa digunakan sebagai bahan baku air PAM, yaitu Kali Krukut dan Cengkareng Drain. Itu pun, kualitas airnya semakin hari semakin buruk. Kontaminasi pencemar seperti sampah rumah tangga dan deterjen serta intrusi air laut membuat defisit air bersih terus bertambah.

Hunian baru di Jakarta kini tak terlayani oleh PAM. Sekalipun mewah nan mahal, pilihan terbatas pada air sumur dan hasil pengolahan water treatment plant (WTP). Harganya lebih mahal, kualitas airnya lebih buruk, dan ketersediaannya terbatas.

Meskipun air sumur terlihat gratis, kualitasnya kurang layak. Terlebih lagi di musim hujan, penggunanya mengeluhkan air berwarna kuning nan asam. Di musim kemarau, airnya terasa asin karena pengaruh intrusi air laut.

Meskipun mahal, warga terpaksa membeli air bersih dari truk pengangkut untuk menghadapi kondisi krisis air. Foto merupakan milik Harian Jogja.

Air WTP tak kalah parah, tidak bening, licin, berbau, dan asam. Tak jarang penggunanya terkena penyakit kulit karenanya. Ketersediaannya pun terbatas, bahkan salah satu perumahan mewah dengan tegas meminta warganya untuk menghemat air karena hanya dipasok dua kali sehari. 

Untuk kualitas yang buruk, mereka memberikan diskon kepada penghuni. Jika air tersebut benar-benar tiada, warga harus membeli air bersih dari truk pengangkut yang harganya cukup mahal.

Dalam kondisi ini, warga Jakarta diharapkan mencari sumber air baru untuk hal-hal yang tidak terlalu penting. Caranya, menabung air hujan. Tentu tidak digunakan secara langsung, tetapi melalui proses pengolahan terlebih dahulu.

Cara menabung dan menggunakan air hujan yang salah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline