Besok, 17 April 2019, adalah hari penting nan bersejarah untuk masyarakat seluruh Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam sejarah demokrasi Tanah Air, kita akan mengadakan pemilihan umum (Pemilu) serentak, yaitu pasangan presiden-wakil presiden, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota. Para pemilik suara akan dihadapkan dengan lima surat suara yang pastinya dicoblos di tempat pemungutan suara (TPS).
Dengan hanya adanya dua pasangan calon (paslon) pemimpin negara, Pemilu kali ini tentu terbilang lebih hemat waktu dan hemat biaya karena kita hanya perlu mengadakan satu putaran pemilihan dalam satu hari sekaligus. Bagi mereka yang tinggal bukan di tempat pembuatan KTP, tentu tidak ada alasan untuk malas menyoblos karena hanya perlu satu kali pulang kampung. Dengan demikian, apakah tingkat partisipasi pemilih di 2019 ini akan meningkat?
Ikut serta dalam babak baru sejarah demokrasi adalah hal yang membanggakan, terlebih lagi adanya pesta diskon yang menarik dan menyenangkan. KlingKing Fun, nama pesta diskon ini, merupakan hasil kerja sama oleh BeKraf, Kemenkominfo, Radio Peduli Pemilu 107 FM, dan asosiasi pengusaha retail Indonesia dengan total 250 brand ikut serta menyediakan potongan harga paling tidak lima puluh persen dan harapannya tingkat partisipasi pemilih bisa meningkat paling tidak menjadi delapan puluh persen.
Sektor tenant-nya pun beragam, mulai dari makanan dan minuman (F&B), fesyen, furnitur, elektronik, salon, sampai tempat bermain anak-anak. Saya tidak setuju juga bahwa pemilihan umum yang seharusnya dianggap penting dan diikuti secara sadar dalam konteks kehidupan berbangsa serta bernegara perlu diiming-imingi partisipasinya dengan memberikan hadiah, tetapi lebih baik ada usaha untuk meningkatkan partisipasi dibandingkan tidak sama sekali.
Akan tetapi, ketika saya kembali ke masyarakat, saya tidak yakin bahwa segala usaha ini sukses. Bagi mereka yang ingin menjadi kelompok golongan putih (golput), ada saja alasan untuk tidak menggunakan hak suaranya.
Sebelum saya membahasnya, saya hanya ingin menyampaikan sebuah pesan kepada anggota golput. Daripada menyesal di kemudian hari, lebih baik berikan hak suaramu selama itu memungkinkan. Tidak ada gunanya kalian cuap-cuap protes di kemudian hari karena kalian pun tidak ikut berperan dalam menentukan siapa yang terpilih.
Terlebih lagi, kalian tidak bisa dengan seenaknya menurunkan mereka yang telah menjabat kecuali memang ditemukan pelanggaran etik dan/atau hukum yang terbukti mereka lakukan. Sekarang, mari kita simak alasan para anggota golput dan coba mencari solusi agar mereka mau beralih sekaligus mewujudkan Pemilu mendatang yang lebih baik lagi.
Menikmati hari libur untuk berjalan-jalan bersama keluarga
Seperti kita tahu, hari pemungutan suara adalah hari libur nasional alias tanggal merah. Apalagi, tahun ini dengan mengambil cuti atau bolos di hari Kamis sebagai hari kejepit nasional (harpitnas), jadilah libur akhir pekan yang sangat panjang dan menyenangkan alias long weekend. Hal ini memang menarik, tetapi saya ingin bertanya, berapa banyak waktu yang harus kalian habiskan untuk datang ke TPS dan melakukan pencoblosan? Jika kalian datang saat TPS baru dibuka alias jam tujuh pagi, kalian tidak akan mengantre lama dan setelah menggunakan hak suara bisa langsung berlibur. Ups, tunggu dulu. Jika Anda dan keluarga tidak libur di hari Kamis, belajarlah disiplin dan jangan bolos!
Tidak punya figur caleg yang berkompeten untuk dipilih
Soal yang satu ini, saya juga cukup sulit bicara. Mahalnya biaya politik membuat tak jarang kita menemukan caleg yang hanya menang popularitas dan memiliki banyak uang, tetapi kompetensinya memang meragukan. Ditambah lagi, mereka jarang turun ke dapilnya di saat kita memiliki waktu untuk melihat kampanye mereka atau bahkan daerah kelahiran atau tempat tinggal mereka memang tidak sama dengan dapil tempat mereka bertarung, jadilah kita tidak mengenal mereka.
Ditambah lagi, sebagian besar orang tidak punya waktu dan memang malas menelaah satu persatu rekam jejak caleg di dapil mereka karena memang ketersediaannya banyak sekali. Selain pernah terkena kasus hukum atau tidaknya, kita juga sulit mencari reputasi sebenarnya dari sang caleg mengingat bisa saja dia melakukan pencitraan di dunia maya.