Terpilihnya Pak Teten Masduki sebagai Menteri Koperasi dan UMKM, membawa semangat baru dalam pengembangan Koperasi dan UMKM. Hal ini dapat dilihat di akun media sosial Kementrian Koperasi dan UMKM yang banyak memberitakan berbagai perkembangan terbaru di sepekan pertama. Salah satu isu yang ramai dibincangkan adalah mengenai umkm naik kelas. Pak Menteri saat itu menyoroti sangat banyaknya jumlah pelaku usaha mikro dibandingkan pelaku usaha kecil dan menengah.
Berdasarkan data di kemenkop.go.id, pada tahun 2017, jumlah usaha mikro 62.106.900 unit usaha, jumlah usaha kecil 757.090 dan jumlah usaha menengah sebanyak 58.627 unit usaha dan usaha besar 5.460 unit usaha. Klasifikasi usaha yang digunakan, mengacu pada definisi usaha mikro, kecil dan menengah berdasarkan Undang-undang No 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Pada undang-undang tersebut, disebutkan bahwa sebuah usaha masuk kategori usaha mikro jika omset kurang dari 300 juta/tahun dan asset kurang dari 50 juta/tahun. Usaha kecil, jika omset per tahun sebesar Rp 300 juta-2,5 milyar dan asset Rp 50-500 juta. Usaha menengah, jika omset 2,5 -50 milyar, dan asset Rp 500 juta-10 milyar.
Berdasarkan definisi tadi, maka ada sekitar 62.106.900 unit usaha atau 98 % yang memiliki omset maksimal Rp 300 juta per tahun, atau 25 juta per bulan, atau Rp 833.333 per hari. Sebaran usaha di sektor ini sangat beragam, mulai dari pedagang kelontong, pedagang kaki lima, usaha manufaktur skala rumah tangga, serta usaha jasa lainnya. Dan para pengusaha kelas mikro ini yang kita lihat sehari-hari, serta membantu kita memenuhi kebutuhan sandang, pangan maupun jasa.
Dalam pidatonya di awal pemerintahan, baik Presiden maupun Menteri Koperasi memiliki perhatian yang besar pada pengembangan usaha mikro dan kecil. Sehingga, muncul pernyataan untuk membuat pelaku usaha UMKM menjadi naik kelas. Bisa jadi naik kelas dari mikro ke kecil, kecil ke menengah, atau menengah ke Besar. Berbagai reaksi positif pun muncul dari berbagai kalangan menanggapi rencana tersebut. Diantaranya pertanyaan mengenai strategi apa yang akan digunakan oleh Pemerintah untuk menaikkan skala usaha UMKM?
UMKM Naik Kelas, Apakah Hanya Mimpi?
Jika merunut ke belakang, sebetulnya semangat untuk menaik kelaskan UMKM sudah hadir sejak lama. Adalah Asosiasi Business Development Services, (ABDSI), sebuah organisasi yang beranggotakan lembaga layanan bisnis yang mulai memunculkan jargon UMKM Naik Kelas pada tahun 2013. Semangat yang digulirkan melalui berbagai pertemuan, workshop, dan diskusi, menunjukkan hasil dengan tercantumnya gerakan satu juta UMKM Naik Kelas di RPJMN 2015-2019.
Salah satu tujuan gerakkan tersebut adalah menciptakan kesiapan UMKM dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Pada saat itu, berbagai definisi pun dimunculkan tentang UMKM Naik Kelas. Ada yang mengacu pada skala usaha berdasarkan undang-undang No 20 tahun 2008, ada pula yang membuat indikator tertentu. Diantaranya adalah legalitas usaha, peningkatan jumlah dan kualitas SDM, pembenahan sistem administrasi, penggunaan teknologi dan lain sebagainya.
Dengan masih beragamnya pemahaman berbagai lembaga baik pemerintah, swasta, maupun komunitas dalam menyepakati indikator UMKM Naik Kelas mengakibatkan terjadinya keragaman strategi pelaksanaan. Termasuk dengan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Koperasi dan Usaha Kecil. Diawali dengan pilot program yang dilaksanakan oleh forum Sinergitas ABCGM, sebuat forum pentahelix pengembangan UMKM, pada tahun 2018 telah digagas model kegiatan UMKM Naik Kelas. Kegiatan yang dikelola gabungan komunitas ini kemudian menjadi sebuah program unggulan di Dinas Koperasi dan Usaha Kecil pada tahun 2019. Kegiatan yang berjalan selama 6 bulan ini memberikan warna pada semangat UMKM Naik Kelas.
UMKM Juara, Strategi UMKM Naik Kelas Provinsi Jawa Barat