Lihat ke Halaman Asli

Meta Maftuhah

Konsultan UMKM dan survey sosial ekonomi yang senang menulis blog.

Sedekah di Jalanan, Benarkah Bermasalah?

Diperbarui: 14 Mei 2019   23:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Sore itu dalam perjalanan ke rumah, saya melihat seseorang yang sering saya temui. Seorang pria dengan kemeja dan celana jeans dan sepatu kets, sambil memegang telpon genggam. Pria itu berdiri di pinggir jalan, tampak menunggu seseorang. 

Tak berapa lama datang seorang pria menggunakan NMax menepi. Dari seberang jalan saya masih menatap pria tadi. Rasanya wajah itu tidak asing, tapi siapa? Saat saya naik kendaraan, tersadar, ternyata pria tadi adalah seorang pengemis di yang setiap hari meminta-minta di jalan dengan baju koko dan peci hitam.  

Dan sore itu, saya bertemu dia menggunakan kaos dan celana jeans sambil menggenggam telepon genggam. Setelah bertahun peristiwa itu berlalu, setiap bertemu pria itu saya merasa dibohongi. Hmm, katanya pengemis, tahunya....

Mengemis Antara Kebutuhan dan Profesi

Di kota besar, keberadaan pengemis jalanan tidak dapat dihilangkan. Seringkali kita lihat pemerintah melalui Dinas Sosial dan satpol PP melakukan razia pengemis, tetapi keberadaan pengemis tetap ada. Padahal sudah banyak yang dilaukan oleh pemerintah untuk mengurangi jumlah pengemis di jalanan, tetapi keberadaan pengemis tidak juga berkurang. 

Apalagi di saat bulan Ramadan, pengemis tidak hanya ada di jalanan, tetapi juga menyasar ke perumahan hingga tempat keramaian. Apakah karena bulan Ramadan merupakan bulan barokah, dimana semua kebajikan dilipat gandakan. Sehingga kaum muslim berbondong-bondong melakukan kebajikan, diantaranya adalah memberi sodakoh orang miskin.

Di sisi lain, banyak orang yang betul-betul membutuhkan bantuan, tetapi berusaha untuk tidak mengemis. Karena walaupun kondisi ekonomi cukup menyedihkan, tetapi berusaha untuk memenuhi kebutuhan harian dengan cara terhormat. Sayangnya pemikiran ini tidak dimiliki banyak orang. Sehingga jumlah pengemis pun masih banyak.

Kembali pada pertemuan saya dengan pengemis yang ternyata menjadikan mengemis sebagai profesi, membuat saya kesal hingga sekarang. Apa yang dilakukan pengemis, ternyata dilakukan oleh beberapa pengemis lainnya. Sejak saat itu, saya memilih untuk memberikan sodakoh pada orang yang tidak mengemis di jalanan. Bukan karena tidak kasihan, tetapi karena beberapa pengemis yang saya temui setiap ternyata ditemui di saat tidak mengemis dalam kondisi ekonomi yang cukup. 

Apalagi dalam sebuah kesempatan, seorang ibu yang ternyata adalah tetangga pengemis tadi menyampaikan, "Bu, orang itu kemarin baru beli motor baru loh, dan katanya mau menikah untuk yang ketiga." Tiba-tiba perasaan saya jadi muak, dan setiap bertemu pengemis tadi ingin saya menyapa,  "Pak bagaimana motor barunya, bagus ya?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline